Penolakan uji formil Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai puncak kehancuran lembaga antirasuah.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua permohonan uji formil dan materiel UU KPK. Hakim konstitusi hanya mengabulkan sebagian permohonan uji materiel terkait penyadapan dan penggeledahan harus seizin dewan pengawas (Dewas).
Total ada tujuh perkara gugatan yang dilayangkan sejumlah pihak terkait revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang meliputi gugatan uji formil dan uji materiel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari mengatakan pelemahan terhadap KPK telah dirancang sedemikian rupa ketika rencana revisi UU KPK bergulir.
"Sedari awal kami menduga memang upaya pelemahan KPK ini sangat terstruktur, terorganisasi dengan baik," ujar Feri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (5/5).
Feri mengatakan pemerintah dan DPR merupakan pihak yang harus bertanggung jawab. Sebab, kata dia, kehancuran KPK bermula dari revisi Undang-undang KPK, 2019 lalu.
Menurutnya, substansi dalam UU 19/2019 sangat membatasi kerja-kerja pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, ia menyoroti keberadaan Dewan Pengawas KPK, kewenangan menghentikan perkara hingga status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Upaya mematikan itu dilakukan secara menyeluruh dan bertahap," ujarnya.
Feri lantas menyinggung berbagai permasalahan di KPK selama payung hukum tersebut berjalan kurang lebih dua tahun. Permasalahan yang dimaksud seperti perbuatan tercela pegawai yang mencuri barang bukti emas hingga penyidik yang menerima suap dari kepala daerah.
Ditambah, pemberlakuan UU baru itu seiring dengan terpilihnya komisioner yang diduga memiliki rekam jejak buruk.
"Ini kan ala-ala preman yang berupaya membusukkan KPK dari dalam; dari jantung KPK sendiri," ujarnya.
Lebih lanjut, Feri menuding pemerintah telah menguasai lembaga yudikatif untuk memastikan kehancuran KPK. Menurutnya, hal tersebut terlihat dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji formil UU KPK.
"Di sinilah kita bisa lihat bagaimana paripurnanya pemerintahan atau rezim ini menghancurkan KPK," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo menduga hasil politik usai Pilpres 2019 menuntut adanya negosiasi-negosiasi baru yang dilakukan pemerintah dengan DPR maupun partai politik. Hasil negosiasi itu adalah membinasakan KPK.
"Di situ lah negosiasi berujung kepada kesepakatan untuk membinasakan KPK dengan adanya revisi," kata Adnan kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (5/5).
![]() Infografis Jejak Pelemahan KPK Era Jokowi |
Adnan menjelaskan salah satu kunci keberhasilan KPK selama ini adalah posisinya yang independen. Namun, perubahan UU yang mengatur KPK di bawah rumpun kekuasaan eksekutif dan pegawai menjadi ASN disinyalir akan menghambat kerja-kerja memberantas korupsi.
"Dalam situasi terbaru ada kepentingan untuk mengonsolidasi semua kekuasaan di tangan satu pihak dalam hal ini presiden, maka dalam hal ini KPK harus diatur, dikontrol, dikendalikan. Satu-satunya cara mengendalikan KPK, ya, merevisi UU-nya," kata Adnan.
Dengan kondisi seperti ini, Adnan mengaku pesimistis terhadap agenda pemberantasan korupsi ke depan. Menurutnya, alih status pegawai KPK menjadi ASN menandakan senja kala lembaga antirasuah sebagai lembaga independen.
"Ini membuat reputasi Indonesia dalam pemberantasan korupsi di 2021 akan semakin terpuruk," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi mengklaim peralihan status pegawai menjadi ASN tak akan mempengaruhi integritas pegawai lembaga antirasuah. Ia pun meyakini tes wawasan kebangsaan (TWK) telah memenuhi prosedur.
Mengenai kabar pemecatan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes ASN, ia meminta hal tersebut tak memantik perdebatan.
"Kabar tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN adalah hal biasa dan tak perlu memantik perdebatan," kata Hendardi.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, hingga Tenaga Ahil KSP Ade Irfan Pulungan belum merespons konfirmasi CNNIndonesia.com terkait tudingan penghancuran KPK ini.
(ryn/fra)