Saksi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menyebut banyak ajakan untuk melakukan unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di media sosial.
Hal tersebut dalam sidang dengan terdakwa petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Masyarakat Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat. Nama terakhir dijerat proses hukum lantaran dinilai menyerukan aksi penolakan terhadap UU yang dianggap merugikan kaum buruh itu.
"Waktu itu begitu banyak seruan-seruan aksi yang ada di media sosial, saya tidak tahu persisnya mereka itu secara individu," kata saksi Rozi Brilian, yang juga peneliti KontraS, yang dihadirkan pihak Jumhur, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (10/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rozi sendiri saat itu aktif di Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) sebagai Koordinator Departemen Aksi dan Propaganda pada 2019.
Ia mengetahui beberapa BEM dari berbagai universitas telah melakukan konsolidasi sebelum pelaksanaan unjuk rasa. Rozi mengaku tidak mengetahui alasan kehadiran massa aksi dari kalangan masyarakat umum.
"Karena saya tidak menanyakan satu persatu mereka ikut aksi karena apa," tuturnya.
Di media sosial sendiri, kata Rozi, saat itu banyak bertebaran konten yang menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Contohnya, kata dia, akun milik aktivis dan sineas Dandhy Dwi Laksono dan sejumlah akun lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Mungkin beberapa akun yang saya ikuti," kata Rozi.
Selain itu, protes terhadap UU Cipta Kerja juga diunggah akun media sosial milik BEM UI. Publikasi ini berada di bawah tanggung jawabnya.
Rozi juga mengungkapkan unjuk rasa penolakan UU Ciptakerja terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Massa aksi yang turun ke jalan itu, kata Rozi, turut mengkaji dan memantau substansi UU Ciptakerja. Sehingga, kata dia, massa melakukan aksi tersebut karena dorongan kesadaran sendiri.
Lihat juga:Suram Wajah HAM Rezim Jokowi Sepanjang 2020 |
"Saya kira mereka berangkat dari kesadaran masing-masing yang merasa bahwa Omnibus Law ini berbahaya untuk ke depan. Jadi saya rasa mereka murni karena perasaan resah," ujarnya.
Sebelumnya, Jumhur didakwa telah menyebarkan berita bohong dan membuat onar lewat kicauannya di media sosial Twitter, pada 7 Oktober 2020.
Saat itu, dia menyebut Omnibus Law adalah UU yang dibuat untuk investor primitif dan pengusaha rakus.
"UU ini memang untuk investor primitif dari RRC dan pengusaha rakus. Kalau investor beradab ya seperti di bawah ini. 35 investor asing nyatakan keresahannya terhadap pengesahan UU Cipta Kerja," cuit Jumhur kala itu.
(iam/arh)