Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak dapat bekerja meski tetap berkantor. Itu dinilai merugikan keuangan negara.
Hal itu terjadi sejak penerbitan Surat Keputusan nomor 652 tahun 2021 yang meminta mereka menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke atasan masing-masing.
"Sampai hari ini yang masuk [daftar] 75 [pegawai tak lolos TWK] sudah tidak bisa bekerja, walaupun mereka ke kantor," kata Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko dalam wawancara di CNN Indonesia TV, Selasa (25/5) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sujanarko juga merupakan salah satu pegawai yang masuk dalam daftar 75 pegawai yang tak lolos TWK. Menurut dia, selama ini dirinya bersama 74 pegawai lainnya juga sudah tidak mendapatkan akses informasi mengenai kinerja KPK.
Dia pribadi pun menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, meski tidak bekerja, 75 pegawai tersebut masih tetap mendapat gaji.
"Tetapi mereka tetap dibayar penuh. Menurut pandangan saya ini sudah kategorinya merugikan negara," ujarnya.
Atas penonaktifan mereka dari tanggung jawab di KPK, Sujanarko dan 74 pegawai lainnya pun mengadu ke Komnas HAM RI awal pekan ini. Komnas HAM disebut akan membentuk tim pemantauan dan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam TWK KPK itu.
Para pegawai juga telah melakukan aduan ke Ombudsman RI soal dugaan maladministrasi pimpinan KPK pada pekan lalu.
"Sebagai informasi, kita akan terus berjuang dengan langkah-langkah legal sesuai dengan kaidah hukum, berjuang sehormat-hormatnya," ujar Sujanarko.
Polemik mengenai nasib puluhan pegawai KPK itu memasuki babak baru. Siang tadi, lima pimpinan KPK bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo, dan Kepala BKN, Bima Haria Wibisana telah mengadakan rapat mengenai nasib puluhan pegawai yang tak lolos TWK secara maraton dari Selasa pagi hingga sore harinya.
Hasil rapat tersebut memutuskan, 51 dari 75 pegawai yang tak lolos TWK tak bisa lagi gabung KPK. Sementara, 24 masih dapat dimungkinkan untuk mengikuti pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN.
Dalam konferensi pers bersama oitu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan tak bisa mengungkap atau membeberkan daftar nama 51 dan 24 pegawai beda nasib tersebut.
Alexander memaparkan 51 pegawai itu diminta untuk tetap berkantor di bawah pengawasan atasan masing-masing hanya sampai 1 November.
![]() |
Sementara itu,Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengklaim 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disebut tidak dapat dipertahankan tidak dirugikan dalam keputusan itu.
"Tidak merugikan pegawai, bisa saja dia mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan," katanya di Kantor BKN.
Bima mengatakan 51 pegawai KPK tersebut masih memiliki kontrak kerja yang dapat digunakan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai.
Lagi pula, ia berdalih 51 pegawai itu juga masih bisa bekerja di KPK hingga 1 November 2021, batas waktu hingga semua pegawai lembaga antirasuah harus dialihkan menjadi ASN.
Ia menegaskan rembukan lintas kepala lembaga pemerintah di kantornya itu pun tetap sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan para pekerja tersebut. Selain itu, pihaknya pun tetap berpijak pada ketentuan perundang-undangan.
"Karena yang digunakan tidak hanya UU KPK saja. Tapi juga UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Jadi ini ada dua UU yang harus diikuti, tidak bisa hanya satu saja," tuturnya.