Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo menegur Pimpinan KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana terkait kebijakan pemberhentian 51 pegawai lembaga antirasuah.
Sebelumnya, 51 pegawai tersebut dipecat usai dinyatakan gagal dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Merekadinyatakan tak bisa jadi ASN tidak karena tak memenuhi penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan tim asesor. Penilaian meliputi tiga aspek yakni kepribadian, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD '45, NKRI, Pemerintah sah).
"Indonesia Corruption Watch mendesak agar Presiden Joko Widodo memanggil, meminta klarifikasi, serta menegur Kepala BKN dan seluruh Pimpinan KPK atas kebijakan yang telah dikeluarkan perihal pemberhentian 51 pegawai KPK," seperti dikutip dalam keterangan tertulis ICW, Rabu (26/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut ICW, pimpinan KPK dan kepala BKN telah melawan arahan Jokowi. Pasalnya, pada pekan lalu, Jokowi mengatakan TWK tidak bisa menjadi acuan untuk mencabut status pegawai KPK.
"Pernyataan pimpinan KPK dan kepala BKN patut dianggap sebagai upaya pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo," seperti dikutip dalam keterangan tertulis ICW, Rabu (26/5).
ICW juga mengatakan keduanya hanya menganggap pernyataan Presiden sebagai angin lalu semata. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.
Selain itu, berdasarkan perubahan UU KPK, khususnya Pasal 3, KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Sehingga, tidak ada alasan bagi dua lembaga itu mengeluarkan kebijakan administrasi yang berseberangan dengan pernyataan Presiden.
ICW juga menilai, pemecatan 51 pegawai KPK menghiraukan putusan Mahkamah Konstitusi. MK sudah mengumumkan bahwa pengalihan status kepegawaian KPK tidak boleh melanggar hak-hak pegawai.
"Jika tes tersebut dimaknai dengan metode seleksi, bukankah hal itu menimbulkan dampak kerugian bagi pegawai KPK? Lagi pun mesti dipahami bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat serta tidak bisa ditafsirkan lain," ujarnya.
Selain meminta Jokowi kembali turun tangan, ICW memintaDewan Pengawas (Dewas) segera menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik untuk seluruh Pimpinan KPK.
Kemudian, ICW juga mendesak Jokowi untuk membatalkan keputusan Pimpinan KPK dan Kepala BKN dengan tetap melantik seluruh pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Dalam konferensi pers usai rapat di Gedung BKN itu, Selasa (25/5) lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan 51 pegawai itu diminta untuk tetap berkantor di bawah pengawasan atasan masing-masing hanya sampai 1 November.
Sementara, Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengklaim 51 pegawai KPK yang disebut tak dapat dipertahankan untuk jadi ASN itu tidak dirugikan dalam keputusan tersebut. Pasalnya, 51 pegawai KPK tersebut masih memiliki kontrak kerja yang dapat digunakan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai.
"Tidak merugikan pegawai, bisa saja dia mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan," katanya.
Ia juga berdalih 51 pegawai itu juga masih bisa bekerja di KPK hingga 1 November 2021, batas waktu hingga semua pegawai lembaga antirasuah harus dialihkan menjadi ASN.
Ia menegaskan rembukan lintas kepala lembaga pemerintah di kantornya itu pun tetap sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan para pekerja tersebut. Selain itu, pihaknya pun tetap berpijak pada ketentuan perundang-undangan yaitu UU KPK dan UU Nomor 5 tengan ASN.
(yla/sfr)