"Jadi bukan pengungsi bencana alam, bukan pengungsi perang, tapi pengungsi digital."
Dari ujung telepon genggamnya Dian (40) mengucapkan kata-kata itu pada Selasa (25/5) malam dari Manokwari, Papua Barat. Suaranya cukup jernih terdengar, tanpa terputus atau ada gangguan sinyal seperti dengungan atau suara kresek-kresek.
"Saya jadi pengungsi digital," ucap dia lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiga pekan sebelumnya, Dian berada di Jayapura, Papua, kot yang jadi tempat domisilinya sejak beberapa tahun lalu.
Pemilik nama lengkap Rhidian Yasminta Wasaraka ini merupakan salah satu dosen di Universitas Muhammadiyah Papua. Sejak pagebluk virus corona menggebuk Indonesia, ia tak lagi menjalankan aktivitas mengajar tatap muka.
Beberapa waktu belakangan, ia juga tengah mengikuti kursus singkat dari Women Earth Alliance secara daring. Dilihat dari serangkaian aktivitasnya, hari-hari Dian memang tergantung pada jaringan internet.
Namun, pada awal Mei lalu, Dian bingung. Telepon genggamnya tiba-tiba tidak bisa mengakses internet, pun demikian untuk mengirim pesan singkat dan menelpon. Setelah ia cari tahu, musababnya adalah kabel optik bawah laut milik PT Telkom terputus.
Kondisi itu menyebabkan jaringan telekomunikasi setidaknya di tiga kabupaten dan kota di Papua terganggu, yaitu Kota dan Kabupaten Jayapura serta Kabupaten Sarmi.
"Ini lagi Covid-19, kita disuruh jaga jarak, pembatasan pertemuan, kalau internet padam terus kita mau disuruh ngapain? Saya dosen mengajar, terus saya juga lagi ikut course 6 bulan dan tidak boleh bolos," kata Dian.
Ia lalu memutuskan untuk mengungsi ke rumah keluarganya di Manokwari, pada 5 Mei, tepat sehari sebelum larangan mudik diberlakukan. Saat itu, ia harus merogoh kocek hingga Rp3,7 juta untuk membayar tiket penerbangan.
"Kita patuh larangan pemerintah (soal mudik), sudah siapkan hati dan mental, tapi tanggal 3 putus internet. Mau tidak mau beli tiket di injury time," kata dia.
"Jadi bukan karena mau mudik, karena ngejar internet. Perkara kemudian saya berlebaran itu soal lain, bahwa faktor utama adalah internet," ucap dia menambahkan.
Saat di bandara, ia sempat mencemaskan penularan Covid-19 lantaran membawa dua anak yang masing-masing berumur 5 dan 1 tahun.
Menurut dia, ketika itu suasana di bandara ramai. Belum lagi, proses check-in yang harus dilakukan secara manual.
"Anak saya ada bayi juga, jadi situasi agak menakutkan, bawa bayi, penumpang yang mudik naudzubillah, banyak. Pesawat juga penuh," ucap dia.
Akhirnya setelah terbang selama hampir 90 menit, ia tiba di Manokwari dan bertemu kembali dengan sinyal internet.
"Saya beberapa hari bolos (short course)," kata dia.
Hampir sebulan Dian "mengungsi" di Manokwari, jaringan internet di Jayapura belum kunjung normal. Dian mengetahui hal itu dari sejumlah rekan hingga mahasiswanya. Artinya, tetap saja kegiatan mengajar terkendala.
Dosen Komunikasi ini bercerita dirinya praktis hanya mengandalkan sambungan telepon untuk membimbing mahasiswanya dalam melaksanakan skripsi. Cara yang disebutnya tidak efektif.
"Kadang kita tidak sampai hati nyuruh mereka (mahasiswa) yang telpon, akhirnya saya telpon balik. Tidak maksimal. Kalau dia email, kita bisa langsung baca dan kasih poin revisi. Ini proses jadi lambat," kata dia.
Susahnya jaringan internet, lanjut Dian, juga berpengaruh pada proses mahasiswa bimbingan skripsinya dalam mencari referensi.
"Mencari buku referensi di Papua juga susah, mereka banyak akses online atau jurnal. Terus kondisi ini bagaimana?" ucap dia.
Selain sektor pendidikan, kondisi putusnya jaringan internet itu menurutnya juga memukul berbagai sektor lain.
"Coba pikirkan yang ojek online. Kasian kan? berapa banyak kerugian yang harus ditanggung karena kabel putus hampir sebulan," ucap dia.
Sebagai pelanggan dari PT Telkom Indonesia (Persero), Dian menyatakan insiden putus jaringan internet ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan kata maaf.
Seharusnya, kata dia, Telkom--sebagai penyedia layanan internet--memberikan kompensasi kepada para pelanggan. Minimal, mengganti paket data internet yang hangus.
Berdasarkan pengalamannya tinggal di Jayapura, Dian menyatakan tak pernah mendapatkan kompensasi jika terjadi pemadaman, pemblokiran, atau pelambatan koneksi internet di Papua.
Ia bahkan mengaku pada 2019 lalu sempat menghubungi pihak Telkom untuk meminta ganti data yang hangus akibat pelambatan internet menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua.
Namun saat itu, jawaban yang diterimanya tidak memuaskan.
"Kewajiban kasih kompensasi ke kami. Maaf aja enggak cukup karena sekian banyak kerugian yang ditimbulkan. Enggak mungkin saya minta ganti ongkos tiket kan? Ganti paket yang hangus," ucap dia.
Selain pihak Telkom, ia lebih lanjut juga menyinggung soal janji pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk Papua yang sering kali dilontarkan.
Alih-alih janji yang dinilainya terlalu muluk, ia meminta pemerintah untuk memastikan agar kejadian serupa tidak terus berulang di Papua.
"Pak Jokowi bilang palapa ring, terus ada program Kemenkominfo ada 4.000 mau dibangun perbaikan telekomunikasi dan jaringan. Terus saya baca soal Kemenkeu mau kasih berapa untuk Papua. Okelah enggak usah ngomong triliun-triliun, berapa ribu titik, ini aja dulu beresin gitu loh, kabel-kabelnya, enggak usah putus-putus," kata dia.
Pada 20 Mei lalu dalam keterangan resminya, Vice President Corporate Communication Telkom, Pujo Pramono mengklaim saat ini seluruh layanan TelkomGroup di Jayapura, baik suara maupun data, mulai dari fixed broadband IndiHome hingga mobile broadband Telkomsel sudah kembali beroperasi.
Pelanggan diklaim dapat kembali menggunakan layanan internet Telkom sambil menunggu penyelesaian proses penyambungan kabel optik bawah laut dengan menggunakan kapal khusus.
PT Telkom Papua sebelumnya juga menjanjikan kapal perbaikan kabel telekomunikasi bawah laut yang putus, segera tiba dan bersandar di Pelabuhan sekitar 25-27 Mei 2021.
Kepala Telkom Papua, Sugeng Widodo mengatakan kapal perbaikan kabel tersebut akan bersandar di Pelabuhan Jayapura untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) dan kebutuhan operasional seperti air bersih serta bahan makanan.
"Setelah semua dipenuhi, maka kapal tersebut akan bertolak ke lokasi atau tempat diprediksinya kabel putus untuk mencari kabelnya dan melakukan perbaikan," kata Sugeng di Jayapura dikutip dari Antara, Rabu (19/5).
(yoi/vws)