Pakar hukum tata negara Fery Amsari mengatakan pemecatan 51 Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dasar tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) meski memakai dalih UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pasalnya, urusan kepegawaian di KPK memiliki aturan yang lebih khusus yang menaunginya alias yang bersifat lex specialis.
Hal itu merespons pernyataan kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria yang menyatakan pemecatan 51 pegawai sudah sesuai dengan arahan presiden dan berlandaskan hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepala BKN belum membaca UU KPK 19/2019 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 [Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara] yang menjelaskan hanya ada 5 tahapan," ucap Fery kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/5).
"Lima tahapan ini [sifatnya] adalah lex specialis, hukum khusus, aturan khusus yang kemudian menyimpang dari proses tes seleksi pegawai," lanjutnya.
Lima tahapan itu tercantum dalam Pasal 69B UU 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Pasal 4 PP 41 Tahun 2020. Tahap pertama, penyesuaian jabatan-jabatan pada KPK saat ini menjadi jabatan-jabatan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, melakukan identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK saat ini. Ketiga, memetakan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi serta pengalaman Pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki.
Keempat, melakukan pelaksanaan pengalihan Pegawai KPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi PNS atau PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Terakhir, melakukan penetapan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fery menuturkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN juga tidak bisa menjadi acuan alih status pegawai KPK menjadi ASN.
"Harus diingat tolong sampaikan kepada kepala BKN bahwa ini proses alih status bukan tes pegawai sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN. Jadi dia belum membaca saja terkait perundang-undangan terkait alih status ini," jelas Fery.
Selain itu Fery juga mengatakan pemecatan itu bertentangan dengan putusan MK nomor 70/PUU-XVII/2019.
"Pemecatan itu tentu tidak sesuai dengan peraturan hukum. Satu bertentangan dengan putusan MK yang menyatakan bahwa seluruh proses alih status tidak boleh merugikan KPK," ucap dia.
Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria menjelaskan bahwa alih status pegawai KPK menjadi ASN mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
"Yang digunakan tidak hanya Undang-Undang KPK, tetapi ada Undang-Undang Nomor 5 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pengalihan itu masuk dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara," tutur dia.
"Jadi, ada dua Undang-Undang yang harus diikuti dan tidak bisa hanya satu saja, dua-duanya harus dipenuhi persyaratannya untuk bisa menjadi aparatur sipil Negara," tambahnya.