Jakarta, CNN Indonesia --
Torkis Sinabang terkejut ketika mendapat surat elektronik atau e-mail yang memerintahkan dirinya harus mewakili pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Surat ini ia terima kurang lebih seminggu sebelum waktu pelantikan pada Selasa, 1 Juni 2021.
Pegawai di Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) ini mengaku sedih ketika harus hadir dalam pelantikan, sementara 75 rekannya tak bisa ikut.
"Makin syok lagi kalau saya harus tampil. Saya enggak tahu, mungkin pertimbangannya karena agama kali, ya, karena waktu saya lihat formasi di situ saya mewakili katolik, dia [Jhonson Ginting, atasannya] kristen, enggak tahu juga. Tapi lihat itu makin sedih gitu, kan. Saya harus tampil," ujar Torkis saat ditemui di Jakarta, Jumat (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam jarak waktu seminggu itulah, ia mengaku kualitas kerjanya menurun. Kesedihan melanda karena teringat nasib 75 pegawai yang dibebastugaskan dan tengah berjuang lantaran disebut tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Ada penurunan semangat kerja. Pastilah. Agak-agak berat kita. Ini mau gimana, bagaimana saya melihat mereka. Saya hanya bilang semangat, semangat, semangat, gitu kan ke teman-teman," kata Torkis yang merupakan lulusan hukum ini.
Hari pelantikan pun tiba. Langkah kaki Torkis sangat berat menuju Gedung Merah Putih KPK. Terpikir dalam kepalanya ia sempat ingin tidak menghadiri pelantikan. Namun, dorongan 75 pegawai yang dinonaktifkan itu membuatnya mampu sampai tempat pelantikan.
Sepanjang proses pelantikan, Torkis hanya tertunduk dan membayangkan wajah-wajah rekannya yang dinyatakan tidak lolos TWK lalu dibebastugaskan. Bahkan, ia menangis ketika lagu Indonesia Raya diputar.
"Berat sih langkah saya membayangkan teman-teman itu, jujur secara manusia pun sedih. Bahkan andaikan sebejat apa pun orang kalau kita berteman lama harus terpisah, itu berat. Itu kita ikut pelantikan wajah-wajah teman-teman terbayang. Bagaimana mereka melihat saya berdiri di sini. Saya pada saat nyanyi Indonesia Raya pun nangis, merinding saya. Tapi harus dijalani," tutur dia.
"Kita lemah. Posisi lemas kita harus dilantik tanpa teman-teman itu. Kan miris banget. Bagaimanalah teman-teman yang sudah bertahun-tahun bersama kita, ya, kan. Itu dari sisi kemanusiaannya ya. Dan pimpinan juga pernah state itu kami paham bapak-ibu yang sudah bertahun-tahun pasti berat. Ghufron [Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron] kan ngomong gitu," lanjutnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya ....
Di Direktorat PJKAKI, Torkis kehilangan empat rekannya termasuk Direktur Sujanarko. Kondisi itu menurut dia membuat pekerjaan terganggu. Menurutnya, tidak masuk di akal jika 75 rekannya dinilai tak memiliki wawasan kebangsaan. Sebab, ia mengaku telah mengenal betul banyak di antara mereka.
Ia pun menyesalkan penilaian yang menyebutkan bahwa 75 rekannya tak bisa dibina lagi. Pasalnya, terang dia, teroris saja dalam Undang-undang disebut masih bisa dibina.
Terlebih, lanjut Torkis, stempel yang telah disematkan ke 75 pegawai akan berdampak negatif juga kepada keluarga mereka.
"Bagaimana pun juga mereka manusia Indonesia yang sudah berjasa untuk bangsa ini. Apalagi pak Koko [Sujanarko], dapat penghargaan dari presiden [Joko Widodo]. Itu hanya dua yang dapat itu. Dia dan Bu Ina Susanti," tandasnya.
Torkis yang sudah bergabung dengan lembaga antirasuah sejak tahun 2009 ini masih memupuk optimisme. Ia meyakini 75 pegawai yang kini telah menyerahkan tugas dan tanggung jawab nantinya bisa dilantik menjadi ASN dan bergabung kembali dengan KPK.
"Saya masih berharap, berikhtiar, berdoa, pasti saya yakin teman-teman ada jalan untuk bergabung. Mudah-mudahan dapat inspirasi semua teman-teman, termasuk pimpinan semoga dibukakan hatinya. Yang paling gampang kita lakukan kan berdoa, ya, enggak ada yang melarang kita berdoa," tandasnya.
Suasana hati yang berkecamuk juga dirasakan oleh Jhonson Ginting. Saat pelantikan, ia menjalani perintah. Namun, empati tetap tertuju kepada 75 pegawai yang disingkirkan.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi |
Bagaimanapun juga, terang dia, 75 pegawai tersebut merupakan teman-teman baiknya dan mempunyai suka duka dalam bekerja bersama di KPK.
"Perintah untuk hadir saya jalankan saja. Sedih rasanya memang dan berasa bahwa teman-temanku hadir di sini. Sama-sama," lirih Jhonson yang sudah bergabung di KPK sejak tahun 2005.
Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini masih menaruh harap agar pimpinan KPK dapat segera menyelesaikan pelbagai polemik yang terjadi dengan mempekerjakan kembali 75 pegawai yang telah dinonaktifkan.
"Karena kalau kita melihat dari sisi integritas, maka mereka adalah pahlawan bangsa. Mereka sudah mempertahankan integritasnya selama ini dengan baik," kata Jhonson.
Ia berkata, segala kisruh ini mengisyaratkan bahwa pemberantasan korupsi bukan lagi prioritas pemerintah saat ini. Itu akan berpengaruh terhadap menurunnya iklim investasi di Indonesia.
Untuk itu, Jhonson mengingatkan agar pemerintah memperhatikan dengan cermat kondisi di tubuh lembaga antirasuah.
"Harapannya, mestinya pemerintah memberikan sinyalemen positif dalam pemberantasan korupsi, penegakan hukum ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri melantik 1.271 pegawai KPK yang dinyatakan memenuhi syarat setelah lolos TWK. Sedangkan 75 pegawai yang disebut tak memenuhi syarat tak dilantik.
Keputusan terbaru, sebanyak 51 dari 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan itu dicap 'merah', tak bisa dibina dan tak bisa lagi bergabung dengan KPK. Sedangkan 24 lainnya masih bisa menjadi ASN dengan dilakukan pembinaan terlebih dahulu.
75 pegawai ini masih terus berjuang dengan melaporkan persoalan TWK dan surat keputusan pimpinan KPK tentang penonaktifan ke sejumlah lembaga negara.
Selain ke Dewan Pengawas KPK, mereka juga mengadukan permasalahan ini ke Ombudsman RI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Mahkamah Konstitusi, hingga Majelis Ulama Indonesia.
Sementara itu, baik Torkis maupun Jhonson bersama sekitar 700-an pegawai yang lolos TWK sebelumnya sudah meminta penundaan pelantikan. Namun, permintaan itu ditolak pimpinan KPK.