Firli Sewa Heli Rp7 Juta per Jam, Pengamat Sebut Tak Mungkin

CNN Indonesia
Sabtu, 05 Jun 2021 12:58 WIB
Membantah klaim tarif sewa helikopter Ketua KPK Rp7 juta per jam, pengamat penerbangan Alvien Lie menyebut nilai itu bahkan tak cukup untuk operasionalnya.
Pengamat penerbangan Alvin Lie menyebut mustahil ada helikopter yang bisa disewa Rp7 juta per jam. (Foto: CNN Indonesia/Aini Putri Wulandari)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat penerbangan Alvien Lie meragukan klaim Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang diklaim menyewa helikopter dengan harga Rp7 juta per jam.

Hal itu kembali dipermasalahkan setelah Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan gratifikasi Firli terkait tarif sewa helikopter ke Bareskrim Polri.

Alvien berkata harga sewa tergantung kapasitas helikopter. Namun, ia meyakini tak ada helikopter yang disewakan dengan harga Rp7 juta per jam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau Rp7 juta per jam, banyak orang yang berani sewa dong. Rp7 juta itu cuma US$500, enggak mungkin ada. Biaya operasionalnya saja enggak mungkin segitu," kata Alvin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (4/6).

Alvin menjelaskan helikopter kecil berkapasitas 2-3 orang penumpang. Helikopter itu biasanya disewakan dengan harga US$1.000 atau setara Rp14,3 juta hingga US$1.200 atau setara Ep17,2 juta per jam.

Sementara itu, helikopter sedang disewakan dengan harga US$2.500 atau sekitar Rp35,8 juta hingga US$3.000 atau setara Rp43 juta per jam. Helikopter itu mampu mengangkut hingga enam orang penumpang.

"Kalau yang gede lagi 12 orang, tapi jarang banget. Yang umum digunakan itu empat-enam penumpang," tuturnya.

Sebelumnya, ICW melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Bareskrim Polri atas dugaan gratifikasi. ICW mempersoalkan kasus sewa helikopter yang dilakukan Firli.

Firli mengaku menyewa helikopter untuk penerbangan selama 4 jam. Dia menyebut saat itu mengeluarkan Rp7 juta untuk sewa per jam. Dengan begitu, perwira Polri berpangkat Komjen itu mengeluarkan Rp30,8 juta.

ICW meragukan klaim Firli dan membawanya ke jalur pidana. Firli diduga menerima gratifikasi dan melanggar Pasal 12 B Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

Dewan Pengawas KPK juga telah memeriksa Firli dalam kasus tersebut. Pada September 2020, Dewas KPK memutus Firli melanggar etik.

(dhf/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER