Yasonna soal Pasal Penghinaan Presiden RKUHP: Mengkritik Sah

CNN Indonesia
Rabu, 09 Jun 2021 14:10 WIB
Menkumham Yasonna H. Laoly menyebut kritik terhadap presiden tetap sah meski ada pasal penghinaan. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly buka suara perihal polemik pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang tercantum dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Ia menjelaskan pasal itu bertujuan untuk mempidanakan pihak-pihak yang menyerang harkat dan martabat presiden secara personal. Menurut dia, hal itu tak bisa dibiarkan.

Menurutnya, seluruh pihak juga harus dapat membedakan kritik dan penghinaan. Ia memastikan, pasal itu tidak akan mempidanakan pihak-pihak yang mengkritik presiden.

"Mengkritik presiden itu sah, kritik kebijakan sehebat-hebatnya kritik. Bila tidak puas pun ada mekanisme konstitusi. Tapi sekali soal personal, yang kadang-kadang dimunculkan, presiden kita dituduh secara personal dengan segala macam isu," ujar Yasonna saat rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR RI, Rabu (9/6).

Yasonna mengatakan Presiden Joko Widodo sebetulnya tidak mempermasalahkan pasal tersebut. Namun, Yasonna memastikan, pasal penghinaan presiden ini tidak dibuat khusus untuk presiden Jokowi.

"Tapi apa kita biarkan presiden yang akan datang digituin (dihina)? Mungkin saja satu di antara kita jadi presiden," ujar Yasonna.

Lebih lanjut, menurut Yasonna, aturan mengenai penghinaan presiden bukan barang baru di dunia. Beberapa negara juga telah menerapkan aturan-aturan semacam itu.

Infografis Penghina Jokwoi yang Tersandung UU ITE. (Foto: CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi)

"Di beberapa negara. Di Thailand lebih parah, jangan coba-coba menghina raja, itu urusannya berat, bahkan di Jepang dan beberapa negara hal yang lumrah," ungkapnya.

Sebelumnya, draf RKUHP terbaru membuka kemungkinan menjerat orang yang menyerang harkat serta martabat presiden dan wakil presiden melalui media sosial dengan pidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.

Hal itu tertuang di Pasal 219 Bab II tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Sementara itu, penyerangan kehormatan pada harkat dan martabat presiden serta wakil presiden yang tidak melalui media sosial bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal 3,5 tahun atau denda Rp200 juta. Hal itu tertuang di Pasal 218 ayat 1.

Di Pasal 218 ayat 2 kemudian dinyatakan bahwa tindakan tidak dikategorikan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Sebelumnya, sejumlah kasus kritik di media sosial dijerat delik penghinaan di UU ITE, meskipun tujuan tujuan pembuat unggahan tidak bermaksud menghina.

(dmi/psp)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK