Rencana Sultan Lockdown Yogya Dapat Dukungan

CNN Indonesia
Sabtu, 19 Jun 2021 14:07 WIB
Lockdown dinilai bisa jadi langkah terakhir untuk Yogyakarta menekan laju penularan covid-19 di saat tingkat keterisian rumah sakit terus meningkat.
Situasi di Jalan Malioboro, salah satu destinasi wisata di Yogyakarta. (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)

Sebelumnya, Pakar Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menyebut kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro tak akan cukup untuk menanggulangi masifnya penyebaran Covid-19.

Riris mengusulkan agar pembatasan mobilitas diberlakukan secara ketat berdasar kesatuan skala epidemiologi.

"Restriksi mobilitas yang lebih luas dalam satuan epidemiologi. Pembatasan satu RT saja tidak akan mempengaruhi tingkat penularan, butuh sebagian besar populasi," kata Riris dalam Webinar Varian Virus Corona Delta di Kudus yang diselenggarakan UGM, Rabu (16/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi, kini varian Covid-19 B.1617.2 atau delta telah ditemukan merebak di beberapa daerah. Varian asal India ini telah ditetapkan WHO sebagai Variant of Concern (VoC), menimbang dampak besarnya terhadap kesehatan masyarakat secara global.

Sementara kunci menghentikan penyebaran Virus Corona ini adalah dengan menekan angka reproduksi di bawah 1. Restriksi atau pembatasan mobilitas maka dianggap strategi yang tepat ditambah penerapan 3M, 3T, serta vaksinasi.

"Apabila kita kesulitan menemukan kasus yang ada, entah kapasitas diagnosis kita atau isolasi, karantina, maka restriksi mobilitas menjadi cara paling efektif menghentikan sirkulasi virus di populasi," sebut Riris.

Resktriksi mobilitas bertujuan mengunci agar penyebaran virus terkonsentrasi di satu wilayah saja. Penentuan wilayah bisa berdasarkan wilayah aglomerasi atau per kabupaten/kota.

"Misalnya Kartamantul, Yogyakarta, Sleman dan Bantul adalah satu satuan epidemiologi, karena mobilitas harian penduduk ketiga kabupaten/kota itu saling melintasi," paparnya.

Benteng Terakhir

Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyebut lumrah ketika seorang kepala daerah mengambil langkah ekstrim ketika segala daya telah diupayakan. Lockdown adalah langkah terakhir.

"Ya kalo kasus terus meningkat dan kapasitas rumah sakit sudah semakin tidak mencukupi. Itulah yang bisa diambil," imbuh Heroe.

Ia menyebut sosialisasi protokol kesehatan sudah digencarkan. PPKM berbasis mikro telah diberlakukan guna membatasi aktivitas warga. Kendati pelanggaran masih marak, kasus Covid-19 kian berkembang.

Bahkan saat ini tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 kategori berat atau critical di Kota Yogyakarta telah mencapai 85 persen, dan kamar isolasi sudah 69 persen. Sementara shelter bagi pasien tanpa gejala atau bergejala ringan terisi 84 persen.

"Sebab Kota Yogya sebagai ibukota provinsi yang banyak rumah sakitnya menjadi rujukan dari kota-kota lainnya, maka otomatis akan menanggung lonjakan kasus dari daerah sekitar," katanya.

Heroe menyadari kebijakan lockdown bakal mempengaruhi pemulihan ekonomi. Layaknya selama periode pengetatan kegiatan Agustus-Desember 2020 silam, kasus landai namun ekonomi tertahan. Sebaliknya, saat aktivitas masyarakat pelan-pelan dibuka, ekonomi membaik sementara tingkat penularan meningkat.

"Tetapi saat ini, ketika aktivitas sudah meningkat, otomatis ekonomi juga meningkat, makanya harus kita jaga agar kasus infeksinya tidak ikut naik. Dan itu hanya bisa dilakukan jika kita semua menjalankan prokes dengan tertib dan sungguh-sungguh. Sebab kalau kasus meningkat lagi, maka rem akan dilepas. Ini tidak akan pernah selesai," ujarnya.

"Maka ya wacana lockdown bisa menjadi warning keras bagi kita semua agar ada perubahan untuk mengurangi peningkatan sebaran virus Covid-19. Prokes Covid-19 mutlak harus dilakukan oleh siapapun di mana pun dan kapan pun. Diperlukan kesadaran dan kesungguhan massal untuk melaksanakan hal tersebut," pungkasnya.

(kum/sur)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER