Formappi: Wacana Presiden 3 Periode Pernah Muncul Zaman SBY

CNN Indonesia
Kamis, 24 Jun 2021 02:34 WIB
Formappi menyebut wacana presiden 3 periode pernah muncul di zaman Presiden ke-6 RI SBY. (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengungkapkan bahwa wacana perubahan masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode pernah muncul di akhir era kepemimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurutnya, sosok yang dulu menyuarakan usulan tersebut ialah Ruhut Sitompul, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang saat itu masih menjadi kader Partai Demokrat.

"Isu ini tidak hanya muncul di era Jokowi sekarang, tapi juga terjadi di zaman SBY, saat usulan tiga periode dilontarkan oleh Ruhut Sitompul saat itu," kata Lucius dalam sebuah diskusi yang digelar PARA Syndicate secara daring, Rabu (23/6).

Berangkat dari itu, ia menilai, wacana mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode merupakan sebuah post power syndrome.

Menurutnya, orang-orang yang sudah menikmati kekuasaan takut kehilangan kuasa sehingga mendorong wacana mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode lewat amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"Antisipasi post power syndrome-lah katakan itu. Orang yang sudah merasa menikmati kekuasaan takut kehilangan kekuasaan itu, peluang untuk bisa memuaskan atau menjawab ketakutan itu atau bisa dikatakan hambatan satu-satunya adalah konstitusi Pasal 7 UUD 1945," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indopolling Network, Wempy Hadir, menilai wacana mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode sengaja didesain untuk test the water atau melihat respons masyarakat.

Peneliti Formappi Lucius Karus (kanan). (Foto: CNN Indonesia/Harvey Darian)

Menurutnya, penilaian itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, ada dua gerakan yang mendorong wacana tersebut dalam waktu yang berdekatan.

"Dalam tempo singkat ada gerakan di Jakarta dan di NTT, hampir sama temanya yaitu mendorong presiden tiga periode, dan mencoba untuk meng-amendemen Pasal 7 UUD 1945 yang bicara soal masa jabatan presiden," tuturnya.

Ia mengatakan bahwa gerakan ini kemungkinan besar dibentuk oleh pihak-pihak yang akan kehilangan kuasa saat jabatan Presiden Joko Widodo berakhir pada 2024.

"Kalau bicara soal teori sebab akibat, orang yang akan hilang kekuasaan ekonomi, politik, dan sosial akibat selesainya jabatan Jokowi di 2024, saya kira orang-orang ini bertanggung jawab pada gerakan-gerakan politik hari ini," ujar Wempy.

Untuk diketahui, wacana perubahan masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode kembali hangat diperbincangkan publik saat ini.

Merespons, sejumlah partai politik telah menyatakan penolakan terhadap usulan mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode dan duet Jokowi-Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

PDIP misalnya, menilai usulan kembali mencalonkan Jokowi akan mengubah UUD dan hal itu bertentangan dengan sikap partai. Penolakan juga disampaikan Partai Gerindra, Golkar, PPP, PKS, hingga Demokrat.

Namun, Penasihat Relawan Jokowi-Prabowo (Jokpro) untuk 2024 Muhammad Qodari tak mau ambil pusing terkait penolakan sejumlah partai politik terhadap wacana presiden tiga periode itu.

Menurutnya, relawan ingin terlebih dahulu fokus menggalang dukungan dari masyarakat saat ini, untuk merealisasikan usulannya. Ia meyakini parpol akan mengikuti jika rakyat sudah berkehendak.

"Kita bicara sama rakyat. Nanti kalau rakyat sudah mendukung, partai pasti ikut. Politician go where the voters are," kata Qodari lewat sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/6).

(mts/psp)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK