Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan jumlah tenaga kesehatan (nakes) baik dokter dan perawat yang terpapar virus corona (covid-19) dan berujung kematian dalam kurun waktu Juni ini tidak separah dari apa yang terjadi pada Januari-Februari 2021.
Meski tak separah awal tahun lalu, namun Budi tetap prihatin dengan jumlah keterpaparan dan kematian nakes akibat covid-19. Oleh sebab itu, Budi mengaku akan memaksimalkan upaya pengendalian pandemi di sisi hulu agar beban nakes tidak terlampau banyak dan berujung kelelahan hingga kematian.
"Kejadian di Januari-Februari lebih parah dari yang sekarang, karena banyak dokter dan perawat yang wafat saat itu. Saya sedih melihat ini terjadi karena kita sudah sama-sama mengantisipasi ini," kata Budi dikutip dalam program Mata Najwa yang disiarkan melalui kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi pun meyakini hal itu lantaran ia melihat kasus kejadian nakes yang terpapar covid-19 di Kabupaten Kudus dan Kabupaten Bangkalan mayoritas dalam kondisi baik, alias tidak banyak nakes covid-19 yang membutuhkan perawatan di Rumah Sakit,
"Kalau saya bandingkan dengan di Januari-Februari, dari jumlah yang terkena dan yang survive dokter dan perawat sekarang jauh lebih baik," imbuhnya.
Namun demikian, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebelumnya mencatat terdapat kenaikan jumlah nakes yang terpapar covid-19 dalam kurun 15 Mei-19 Juni 2021. Dalam kurun sebulan itu 324 nakes terpapar covid-19 dan 23 diantaranya meninggal dunia.
Senada, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat laporan kematian dokter akibat terpapar covid-19 juga mengalami kenaikan di Juni 2021 ini. Dalam pekan ketiga, IDI sudah menerima laporan yang menyebut hampir 20 dokter yang meninggal, padahal di April-Mei lalu hanya di bawah 10 orang. Secara kumulatif sudah ada 374 dokter yang meninggal akibat covid-19 sejauh ini.
Merespons temuan itu, mantan wakil menteri BUMN itu memastikan bahwa pemerintah akan menggenjot strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) yang kemudian dibarengi dengan program vaksinasi nasional.
Budi menyebut Indonesia mengalami perkembangan dalam statistik jumlah tes. Jika pada awal tahun lalu ia menyebut spesimen tes hanya berkisar di 50 ribu dengan orang yang diperiksa rata-rata 15-20 ribu per hari. Namun yang terjadi belakangan ini menurutnya capaian tes sudah 100 ribu lebih spesimen dengan 50-60 orang yang diperiksa setiap harinya.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa standar pemeriksaan warga terhadap virus corona di Indonesia tak lagi 1:1000 sesuai dengan aturan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sebab menurutnya standar tersebut harus disesuaikan dengan kondisi positivity rate alias rasio kasus positif covid-19 di masing-masing negara.
"Saya bilang WHO untuk positivity rate 5 persen, kalau kita terlalu tinggi, jadi please naikkan [jumlah pemeriksaan] itu," pungkasnya.
(khr/gil)