28 Juni 1714 ada sebuah surat wasiat dibacakan. Tatkala mangkatnya seorang tuan tanah besar asal Belanda, Cornelis Chastelein. Mantan petinggi VOC itu meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah budak belian yang ia merdekakan.
"MAKA hutan yang lain yang di sebelah Timur Sungai Krukut sampai ke sungai besar anakku Anthony Chastelein tiada boleh ganggu sebab hutan itu mesti tinggal akan gunanya budak-budakku merdeka, dan juga mereka itu dan turun-temurunnya tiada sekali-kali boleh potong atau memberi izin akan potong kayu dari hutan itu buat penggilingan tebu dan lainnya."
Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezeeten ende gebruyke ("Tanah ini dihibahkan kepada setiap dari mereka berikut keturunannya dengan kepemilikan sepanjang diperlukan") demikian tertulis dalam surat wasiatnya.
Meninggalnya Chastelein menjadi momentum lahirnya sebuah kaum eks budak Belanda. Para budak yang dimerdekakan Chastelein menyandang rerupa marga. Tercatat sebanyak 12: Bacas, Isak, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholens, Soedira, Samuel, Zadokh.
Sekelompok orang pribumi Kristen Protestan ini jadi pertama di Asia. Dikenal luas sebagai orang 'Belanda Depok'.
Saat membuka belukar Depok seluas 12,5km yang ia beli 700 ringgit pada 1696, Chastelein mempekerjakan sekitar seratusan pekerja. Mereka didatangkan dari Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa, Pulau Rote serta Filipina. Hutan terpencil yang dibeli itu kini masuk dalam administrasi kecamatan Ratu Jaya, Bojonggede, dan sedikit wilayah Jakarta Selatan. (Danadibrata, R.A. 2006).
18 tahun mereka mengabdi selama Chastelein masih hidup. 'Anak-anak angkat' Chastelein tu bekerja sebagai petani, tukang kebun hingga pedagang kopi.
"Seiring meninggalnya Cornelis Chastelein, kemudian keturunannya menamakan dirinya Kaoem Depok," ujar Ketua Depok Heritage Community, Ratu Farah Diba, kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/6).
Satu versi mencatat asal usul Depok merupakan singkatan dari De Eerste Protestants Onderdaan Kerk. Nama ini sejalan dengan sebutan untuk daerah otonom milik Cornelis Chastelein sebagai Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. (Wenri Wanhar, Gedoran Depok.2010). Namun versi lain tetap ada, yang menyebut bahwa nama Depok muncul pada abad ke-15, sebagai sebuah tempat permukiman atau tempat pertapaan. Wilayah ini jadi tempat "ngadepok' pemuka agama dari Sunda Pajajaran.
![]() |
Singkat cerita, seabad mangkatnya Chastelein, para budak yang dimerdekakan itu menuju tata perekonomian yang bisa terbilang sukses.
Pada 1871 akhirnya Pemerintahan Belanda menjadikan daerah Depok sebagai daerah yang memiliki pemerintahan sendiri (otonom), lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar. Kekuasaan otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. Kaum Depok berhak menentukan pemimpinnya sendiri, yang kemudian akrab mereka sebut sebagai presiden Depok.
307 tahun Kaoem Depok menetap, Depok melaju melintas zaman dengan penuh hiruk pikuk para pendatang. Ada harapan yang muncul keberadaan mereka dengan segala keturunannya tetap dilestarikan.
"Multikultur, multi budaya. Baik itu masyarakat Betawi Depok (Betawi Ora), kaum pendatang untuk bersama-sama membangun Depok yang lebih baik, memelihara tinggalan sejarahnya untuk generasi yang akan datang. Menyatukan dalam menyusun Sejarah Depok yang sesungguhnya," ujar Farah Diba.
Harapan senada juga lahir dari Timmy Loen, salah satu pewaris generasi Loen.
"Sejarah tentang kaoem Depok ini jangan hanya dikenal oleh warganya sendiri. Jadikan warisan dan kelestarian kaum ini dikenal hingga ke seluruh Indonesia," ujar Timmy.
(ain/ain)