Gerakan #BersihkanIndonesia Aksi Teatrikal di KPK
Sejumlah organisasi mahasiswa bersama gerakan #BersihkanIndonesia menggelar aksi teatrikal di halaman Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (28/6). Aksi ini merupakan rangkaian agenda satu pekan menentang oligarki dan pemerintahan Joko Widodo yang disebut melemahkan KPK.
"Aksi ini sekaligus menyerukan kepada rakyat Indonesia yang jengah dengan pemerintahan oligarki untuk terus lantang menyuarakan bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa," ujar juru bicara #BersihkanIndonesia dari Greenpeace Indonesia, Asep Komaruddin, kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/6).
Dalam aksi tersebut, para peserta aksi menjejerkan penanganan sejumlah kasus korupsi mangkrak yang melibatkan aktor di partai politik. Asep mengatakan kasus korupsi yang dimaksud terdiri dari sektor pertambangan, kehutanan dan sumber daya alam, hingga korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 dan izin ekspor benih lobster (benur).
Asep menilai represi di era Jokowi juga semakin merajalela bahkan di masa pandemi Covid-19. Kata dia, puncak represi justru dilakukan kepada KPK yang merupakan amanah reformasi dengan merevisi Undang-undangnya. Jokowi dinilai diam terhadap suara penolakan yang disampaikan oleh akademisi, mahasiswa, buruh, hingga tokoh agama.
Selain melalui UU, Asep mengatakan upaya melemahkan KPK juga terlihat dengan diangkatnya Firli Bahuri sebagai Ketua. Dalam hal ini Asep menyoroti penonaktifan puluhan pegawai KPK yang disebut tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) melalui Surat Keputusan (SK) pimpinan KPK nomor 652 tahun 2021.
"Upaya pelemahan KPK ini akan semakin memperburuk integritas KPK sebagai lembaga antikorupsi di negeri ini. Tidak hanya itu, kerusakan lingkungan khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan akan semakin menjadi-jadi karena salah satu celah korupsi adalah saat kepala daerah memberikan atau memperpanjang izin kepada perusahaan untuk membuka lahan," ucap Asep.
"Ini merupakan bagian dari praktik state capture corruption," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Leon Alvinda Putra, turut menyinggung kebebasan berpendapat di kampus yang kini mudah diberangus. Teranyar, sejumlah pengurus BEM UI dipanggil rektorat karena mengkritik kepemimpinan Jokowi.
"Bahkan kini kebebasan berpendapat di kampus kerap diberangus. Pola-pola seperti ini tidak boleh dibiarkan, pembungkaman berekspresi tidak boleh mendapatkan tempat di negara demokrasi. Pembungkaman ekspresi yang terjadi di kampus-kampus, sosial media, hingga demonstrasi adalah bentuk penurunan kualitas demokrasi," kata Leon.
"Jika negara tidak kunjung memperbaiki, maka hanya ada satu kata, Lawan!," pungkasnya.