Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengaku heran dengan surat yang dikirim Pemerintah Provinsi ke kantor duta besar dan swasta berisi permintaan bantuan atau donasi untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19).
Pras, sapaan akrabnya, mempertanyakan mengapa Pemprov DKI Jakarta meminta dana dari kantor duta besar negara lain. Padahal, DKI telah mengalokasikan anggaran lebih dari Rp10 triliun selama 2020-2021 lewat anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).
"Kenapa harus meminta-minta. Saya ingat betul telah menyetujui anggaran BTT untuk penanganan Covid-19 ini Rp5 triliun lebih di tahun 2020, dan di tahun ini pun saya menyetujui di rapat badan anggaran Rp5 triliun," kata Pras dalam keterangannya, Jumat (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan jumlah itu, menurut Pras, Pemprov DKI mestinya bisa mengelola anggaran dengan baik dalam menangani pandemi. Mulai dari pasokan pangan, peningkatan tes, hingga kesehatan warga untuk isolasi dan pemberian perawatan
Pras mengaku tak mengetahui realisasi program yang dilakukan Pemprov DKI dengan anggaran BTT. Pasalnya, hingga pihaknya belum pernah menerima laporan penggunaan BTT.
"Apakah itu sudah dilakukan dengan alokasi anggaran tadi, saya tidak tahu. Karena realisasi penggunaan BTT itu tidak pernah ada. DPRD tidak pernah menerima data detail dan konkret dari penggunaan BTT tadi," ujar politikus PDI-Perjuangan itu.
Surat permintaan donasi berbahasa Inggris serta berkop Pemprov DKI sebelumnya beredar. Surat tersebut berisi permintaan dana ke sejumlah kantor duta besar di Jakarta.
Surat merinci sejumlah nilai barang yang diperlukan untuk mengisi tempat isolasi di Rusun Nagrak Cilincing, Jakarta Utara. Barang-barang itu seperti, 5 ribu buah vellbed, meja lipat kecil, ember, sapu, kipas berdiri, dan lain-lain.
Ada pula kebutuhan 500 unit dispenser air, 8 unit komputer, 5 unit printer, dan 2 unit laptop. Surat juga menyertakan barang-barang yang diperlukan untuk mengisi ruang isolasi di rumah sakit daerah DKI, seperti 30 unit ventilator, 20 buah tenda serba guna, 300 buah matras, dan sejumlah barang lainnya.
Belakangan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah menyebut surat tersebut telah dicabut oleh Pemprov. Ia mengaku tak mengetahui persis pencabutan surat persis setelah pihaknya meminta keterangan penerbitan surat.