Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, berencana memberikan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) kepada Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar dari Mesir Syekh Ahmed al-Tayeb.
Dalam audiensi dengan Kementerian Agama (Kemenag) yang digelar secara virtual, Rektor UIN Sunan Kalijaga Al Makin mengatakan pihaknya telah mengajukan pemberian gelar ini dan mendapatkan persetujuan dari beberapa pihak.
"Kita sudah ajukan, dan yang kita ajukan alhamdulillah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak," kata Al Makin pada Senin (26/7) sebagaimana dikutip dari situs resmi Kemenag.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Al Makin mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg), Menteri Luar Negeri (Menlu), dan pihak terkait untuk pemberian gelar doktor kehormatan bagi dua pemuka agama dunia tersebut.
Ia mengklaim pihaknya mendapat dukungan dari Mensesneg Pratikno berupa kepanitian. Sementara, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menemui pihak Kedutaan Besar Vatikan dan Mesir.
Adapun mengenai teknis pemberian gelar ini, kata Al Makin, bisa dilakukan secara langsung dengan menghadirkan kedua tokoh itu ke Indonesia atau melalui sambungan virtual.
"Jika kedua tokoh agama dunia ini berkenan hadir di Indonesia, akan memberi impact luar biasa bagi dunia Internasional," ujar Al Makin.
Merespons hal ini, Menteri Agama Yqut Cholil Qoumas mengatakan pihaknya mendukung pemberian gelar kehormatan tersebut. Namun, ia mengingatkan agar pemberian gelar ini sesuai dengan regulasi yang ada.
"Kehati-hatian itu jauh lebih penting. Jika sesuai regulasi, secara administrasi bisa diberi gelar kehormatan, saya mendorong ini untuk ditindaklanjuti," kata Yaqut yang juga hadir dalam audiensi tersebut.
Yaqut mengatakan, pemberian gelar kehormatan tersebut sejalan dengan rencana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang akan mencanangkan 2022 sebagai tahun toleransi.
Sehingga, pemberian gelar kehormatan terhadap tokoh dari dua agama yang berbeda itu menjadi momentum kuat.
"Ini nyambung dengan pencanangan Presiden pada 2022 sebagai tahun toleransi. Pemberian gelar kehormatan kepada kedua tokoh, momentumnya sangat kuat. Menghadirkan kedua tokoh di Indonesia menjadi opsi pertama," ujar adik dari Katib Aam PB Nahdlatul Ulama Yahya Staquf tersebut.
(iam/kum/kid)