Efek Sinovac Berkurang 6 Bulan, Pakar Sarankan Booster mRNA
Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mengatakan pemerintah Indonesia memang perlu meninjau imbauan pelaksanaan penyuntikan vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster bagi mereka yang sudah diinjeksi buatan Sinovac.
Hal ini Dicky sampaikan saat saat dimintai pendapatnya perihal hasil studi peneliti di China yang mengungkap bahwa antibodi dari vaksin Sinovac berkurang setelah enam bulan.
"Saya menyimpulkannya sih dari data di lapangan saja ya, bahwa ada kasus infeksi, kematian dan break to invection-nya cukup banyak setelah enam bulan (penyuntikan dosis kedua)," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui aplikasi pesan ponsel, Rabu (28/7).
Oleh karena itu, sebelumnya beberapa waktu lalu Dicky menjadi salah satu yang bersuara agar pemerintah Indonesia melaksanakan vaksinasi dosis ketiga setelah melihat infeksi dan kematian yang kembali terjadi pada tenaga kesehatan.
"Perlu ada booster untuk memberikan perlindungan tambahan, menambah lagi perlindungan," jelas Dicky.
Meski demikian, Dicky menekankan vaksin dosis ketiga yang menjadi booster tersebut harus yang sudah terbukti bisa melawan virus varian Delta ataupun varian baru lainnya.
"Kalau belum (teruji) ya tidak bisa jadi booster," ujar kandidat PhD di Universitas Griffith tersebut.
Oleh karena itu, Dicky menyarankan penggunaan vaksin jenis messenger RNA (mRNA). Vaksin jenis ini pula yang akhirnya digunakan pemerintah sebagai booster untuk para Nakes. Proses penyuntikan vaksin ketiga yang menggunakan basis mRNA produksi Moderna itu pun telah dilakukan untuk para tenaga kesehatan sejak 16 Juli lalu.
Vaksin mRNA mengandung komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tertentu. Hal tersebut bertujuan agar vaksin tersebut dapat memicu reaksi kekebalan tubuh layaknya virus dan kuman yang dilemahkan pada vaksin biasa.
Sederhananya, jenis vaksin mRNA itu adalah yang seperti diproduksi Moderna dan Pfizer-Biontech. Dua merek vaksin seperti yang juga dipakai pemerintah Indonesia dalam program vaksinasi gotong royong dan gratis itu pun dikembangkan institusi RI yakni di Universitas Indonesia (UI).
Tetap Berdasar Skala Prioritas
Pada pemberian booster ini, Dicky juga kembali menekankan pentingnya skala prioritas berdasarkan kacamata epidemologi atau public health. Sebab, dalam masa pandemi terdapat masalah keterbatasan vaksin.
Menurutnya, pemberian booster harus diberikan kepada kelompok yang paling rawan secara pekerjaan seperti tenaga kesehatan. Selain itu adalah rawan berdasarkan keadaan tubuh seperti lansia dan yang memiliki komorbid. Dia mengatakan munculnya isu bahwa vaksin tidak cukup karena pemerintah tidak fokus melakukan vaksinasi terhadap kriteria yang menjadi prioritas dalam skema public health.
"Jadi nggak bisa merata, harus tetap berbasis public health," tegas Dicky.
Ia juga mengingatkan bahwa vaksinasi memiliki tujuan jangka pendek-menengah berupa membangun proteksi individu sehingga terhindar dari risiko sakit dan kematian. Sementara, tujuan jangka panjangnya adalah terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity).
"Salah satu mengarah ke herd immunity ya harus tercapai dulu threshold-nya. Threshold ya seperti yang sekarang disebut misal minimal 80 persen dr total penduduk," jelas Dicky.
Sebelumnya, peneliti di China mengungkap efek vaksin Sinovach memudar setelah enam bulan penyuntikan dosis kedua.
Dari dua kelompok sampel yang diteliti, hanya terdapat 16,9 persen dan 35,2 persen yang masih terdeteksi memiliki antibodi setelah enam bulan vaksinasi dosis kedua.