Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) mencatat 20 persen kematian ibu hamil (bumil) dalam 17 bulan terakhir disumbang oleh mereka yang terinfeksi virus corona (Covid-19).
"Di era pandemi, kematian bumil dengan Covid-19 menyumbangkan 20 persen pada angka kematian bumil di Indonesia. Bahkan, di Juli meningkat tiga kali lipat," kata Ketua POGI Ari Kusuma Januarto dalam acara daring yang disiarkan melalui kanal YouTube PP POGI, Kamis (19/8).
Ari mengatakan sekitar 536 bumil yang dilaporkan terinfeksi virus corona. Dari jumlah itu, 52 persen atau sekitar 278 orang bumil di antaranya positif Covid-19 dengan status tanpa gejala (OTG).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data yang ia terima di DKI Jakarta khususnya, 11 persen bumil yang memeriksakan diri dinyatakan terinfeksi Covid-19. Jumlah itu bahkan naik menjadi 14 persen pada Juli 2021.
Menurutnya, kondisi tersebut membuat para dokter spesialis kebidanan dan kandungan waspada karena berisiko tinggi terpapar virus corona. POGI mencatat, kematian dokter obgyn akibat terpapar Covid-19 mencapai 46 kasus per 3 Agustus 2021.
Ari menyebut kematian dokter obgyn di Indonesia menduduki posisi kedua terbanyak setelah dokter umum. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat 640 dokter meninggal akibat terpapar Covid-19.
"Ini menjadi kehati-hatian bahwa kami sebagai SpOG, teman-teman bidan, untuk menerima pasien di periode ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Ari mengatakan pihaknya tengah fokus menjalankan program vaksinasi bumil di sejumlah daerah, seperti Ambon, Manado, Kupang, Pontianak, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Bangka Belitung, hingga Padang.
"Untuk itu, percepatan vaksinasi Covid-19 bumil ini merupakan langkah kita bersama untuk menuju herd immunity di Indonesia. Karena bumil merupakan bagian dari keluarga yang berada di tengah masyarakat," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran terkait vaksinasi Covid-19 bagi bumil. Izin tersebut diberikan lantaran ibu hamil dianggap sebagai salah satu kelompok yang berisiko terpapar dan bergejala berat.
SE nomor HK.02.01/I/2007/2021 itu ditandatangani oleh Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu pada 2 Agustus 2021.
(khr/fra)