Vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menuai kritik.
Selain pidana penjara yang tak menyentuh ancaman maksimal, pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan pun menjadi sorotan publik.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai putusan 12 tahun penjara terhadap Juliari tidak masuk akal dan melukai hati rakyat terutama yang menjadi korban korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Benar-benar tidak masuk akal dan semakin melukai hati korban korupsi bansos," ujar Kurnia melalui pesan tertulis, Senin (23/8).
Kurnia berpendapat seharusnya Juliari dipidana penjara seumur hidup sebagaimana ancaman maksimal sesuai dengan Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikenakan kepadanya.
Ia berujar ada sejumlah argumentasi yang mendukung hal tersebut, di antaranya Juliari menjabat sebagai pejabat publik yakni menteri dan melakukan korupsi di tengah pandemi Covid-19.
"Juliari sangat pantas dan tepat mendekam seumur hidup di dalam penjara," ujarnya.
Ketua Umum Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo, menilai vonis 12 tahun terhadap Juliari jauh dari rasa keadilan. Menurutnya, korupsi bansos dilakukan Juliari sudah memberikan dampak besar bagi masyarakat.
"Tuntutan dan putusan hakim ini masih jauh dari yang kita lihat, dari tanggung jawab besar yang harus dilakukan. Menurut saya, ini masih jauh dari nilai keadilan apa yang ada dan muncul," kata Trisno.
Sementara itu, Koordinasi Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan hakim bermain aman dengan menjatuhkan putusan 12 tahun penjara. Menurutnya, vonis yang dijatuhkan hakim juga hanya lebih tinggi setahun dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK.
"Hakim cari aman maka tambah saja 1 tahun. Pengadilan Tinggi tingkat banding maupun Mahkamah Agung harus menaikkan lagi sampai 20 tahun atau seumur hidup agar ada keadilan di masyarakat," kata Boyamin.
Boyamin lantas mengkritik dalih pertimbangan meringankan vonis Juliari lantaran kader PDIP itu sudah cukup menderita dicaci hingga dihina oleh masyarakat sebelum divonis pengadilan. Menurutnya, setiap koruptor memang kerap mendapatkan tekanan dari masyarakat.
"Semua koruptor itu di-bully, apakah Setya Novanto dulu di-bully lantas dijadikan dasar pemberian keringanan, kan tidak," ujarnya.