Mantan Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Arifin Junaidi mengatakan pihaknya menunggu undangan resmi untuk menjadi dewan pakar di lembaga baru yang akan menggantikan BSNP.
Menurut Arifin, hal itu telah disepakati para mantan anggota BSNP dalam pertemuan terakhir yang digelar pada Selasa (31/8) lalu. Namun, ia tak menjawab apakah para bekas anggota akan menerima undangan menjadi dewan pakar.
"Dalam pertemuan terakhir BSNP, Selasa pagi kemarin, semua anggota BSNP sepakat untuk menunggu surat tawaran masuk dewan pakar yang dilampiri hak dan kewajiban dewan pakar," kata Arifin lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arifin mengatakan pihaknya tak akan mengajukan syarat apapun untuk menjadi dewan pakar. Namun, ia menolak jika dewan pakar yang menggantikan BSNP tak independen.
Menurutnya, independensi lembaga standar nasional pendidikan adalah amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
"Kalau dewan pakar itu tidak independen kami tidak akan masuk. Independensi itu amanat dari UU 20/2003 Sisdiknas, dalam hal ini penjelasan Pasal 35 ayat (3)," kata Arifin.
Lihat Juga : |
Mantan Ketua BSNP Abdul Mu'ti mengaku tak mau terlalu percaya diri soal undangan untuk menjadi dewan pakar di lembaga baru yang akan menggantikan bekas lembaganya.
Mukti juga tak menjawab secara tegas terkait ketersediaan untuk menjadi dewan pakar di lembaga baru tersebut. Ia mengaku sampai saat ini belum menerima undangan.
"Saya tidak mau ge-er. Sampai sekarang tidak ada undangan," ujar Mukti lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/9).
Meski demikian, ia mengkritik keputusan pemerintah yang telah membubarkan BSNP. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu menilai kedudukan lembaga pengganti BSNP yang kini berada di bawah Mendikbudristek telah menyalahi UU Sisdiknas.
Pada pasal 35 ayat 3 UU itu menyebut, "Badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan bersifat mandiri pada tingkat nasional dan provinsi". Sementara Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 justru memberikan lampu hijau untuk membubarkan BSNP.
"Perpres itu menjadi dasar Permendikbud Ristek nomor 28/2021 yang di dalamnya memuat pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pembubaran BSNP melanggar UU 20/2003 bukan?" Kata Mu'ti.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim membubarkan BSNP sebagai lembaga independen. Kemendikbudristek akan membentuk lembaga baru yang bertanggung jawab kepada menteri dan mengundang bekas anggota BSNP sebagai dewan pakar.
Hal itu disampaikan Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto. Menurutnya, kelompok dewan pakar akan bertugas memastikan keterlibatan publik dalam merumuskan standar nasional pendidikan, serta memberi pertimbangan kepada Mendikbudristek mengenai standar nasional pendidikan.
"Kemdikbudristek mengundang kepada seluruh anggota BSNP untuk menjadi anggota dewan tersebut untuk bersama mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.
(thr/fra)