Kejaksaan Agung (Kejagung) menyetop proses hukum tujuh perkara terkait keamanan negara dan ketertiban umum (Kamnegtibum) selama 2021. Penghentian kasus ini memakai mekanisme restorative justice.
"Selama bulan Januari sampai dengan Agustus 2021. Perkara Kamnegtibum dan TPUL (Tindak Pidana Umum Lain) ada sebanyak tujuh perkara (yang dihentikan)," kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (2/9).
Restorative justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban. Namun, Fadil tak merinci lebih lanjut kasus yang disetop tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadil mengatakan terdapat juga 73 kasus pidana umum terkait orang dan harta benda (Oharda) yang dihentikan melalui mekanisme restorative justice. Sementara, sepanjang 2020 lalu keseluruhan terdapat 222 kasus yang disetop.
Ia menjelaskan mekanisme restorative justice di Kejaksaan telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Lihat Juga :![]() UPDATE CORONA 2 SEPTEMBER Positif Covid-19 Bertambah 8.955, Kasus Kematian 680 |
Menurut Fadil, pedoman tersebut dibuat oleh Korps Adhyaksa agar dapat melakukan penindakan hukum berdasarkan hati nurani dan kepekaan di tengah masyarakat.
"Untuk dapat menyeimbangkan hukum yang berlaku dengan memperhatikan nilai keadilan yang hidup di tengah masyarakat," ujarnya.
Lebih lanjut, Fadil meminta para jaksa tak terlibat dalam transaksi penanganan perkara. Ia memastikan akan menindak tegas para jaksa apabila terlibat jual beli kasus.
"Saya tidak akan ragu untuk menindak tegas, apabila diantara saudara-saudara sekalian ada yang mencoba-coba bermain dalam penanganan perkara," katanya.
Fadil menyampaikan hal tersebut ketika memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Teknis bidang Tindak Pidana Umum periode 2021 pada Rabu (1/9) kemarin.
(mjo/fra)