Masalah tata ruang di Kabupaten Bogor, terutama pembangunan permukiman di sekitar wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogor Barat dan Bogor Selatan, dinilai menjadi pemicu banjir bandang di kawasan itu.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Meiki Paendong menjelaskan banjir bandang di wilayah Bogor Barat tak sepenuhnya disebabkan oleh intensitas hujan deras sehingga debit air Sungai Cidurian meluap.
Menurutnya, kerusakan lingkungan di sekitar Bogor, terutama di bagian hulu yakni Gunung Salak, sedikitnya berkontribusi menyebabkan banjir bandang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada kontribusi mikro akibat dampak dari alih fungsi lahan di kawasan hulu, tata ruang yang tidak terukur, dan tumbuhnya kawasan permukiman di daerah resapan sungai," kata Meiki saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (8/9).
Menurut pengamatan Walhi, alih fungsi lahan terbuka hijau di sekitar Gunung Salak menyebabkan daerah resapan air berkurang. Kondisi itu diperparah dengan bertambah banyaknya pembangunan permukiman penduduk, rumah tinggal sementara seperti hotel atau villa, hingga penambangan emas ilegal di sekitar Gunung Salak.
Berkurangnya daerah resapan air di hulu tersebut tentunya berdampak pada bagian hilir. Di samping itu, pada bagian hilir, pemerintah juga tak menyoroti pembangunan tata ruang kota sehingga daerah aliran sungai dibiarkan dijadikan pemukiman penduduk.
Padahal, kata Meiki, DAS harusnya menjadi daerah terbuka hijau. DAS ini juga bisa menjadi daerah resapan air yang akan membantu jika sungai tak lagi bisa menahan debit air hujan.
"Jadi banyak tumbuh kawasan permukiman di badan sungai yang seharusnya secara ekologis dia buffer, tidak dimukimi, tidak ada tempat tinggal. Itu kan masuk kategori kerusakan lingkungan selain karena kontribusi sedikit banyak diakibatkan karena kerusakan juga di bagian hulu," jelas Meiki.
Meiki pun mendorong perbaikan tata ruang kota di Kabupaten dan Kota Bogor, sekaligus mengkaji kembali izin pembangunan atau alih fungsi lahan terbuka hijau di sekitar Gunung Salak.
"Perbaikan tata ruang kota itu perlu sebagai proses mitigasi. Ke depan kawasan hulu ini juga harus ada perbaikan dari aspek kebijakan, pembatasan izin alih fungsi lahan, lebih diutamakan lagi jadi satu zona hutan lindung yang punya kemampuan menyerap air hujan," tuturnya.
Sebelumnya, banjir bandang melanda Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Senin (6/9) petang. BMKG menyebut penyebab banjir akibat hujan intensitas tinggi hingga Sungai Cidurian meluap. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi pada Januari 2020. Banjir disertai tanah longsor yang disebut akibat luapan Sungai Cidurian itu memakan 8 korban jiwa. Bencana banjir juga beberapa kali terjadi di Bogor saat intensitas hujan tinggi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bogor menyebut banjir bandang terjadi akibat luapan air sungai Cidurian usai hujan dengan intensitas sedang hingga lebat pada siang menjelang sore hingga malam hari.
Hujan ini terjadi cukup merata di sekitar wilayah DAS Cisadane bagian hulu (Bogor barat dan Bogor selatan bagian barat) dan bagian hilir (Bogor Utara hingga Tangerang Selatan).
Senada, Bupati Bogor Ade Yasin menyinggung soal hujan deras saat memperingatkan warga di sekitar aliran Sungai Cidurian soal potensi banjir lanjutan.
"Mari tingkatkan kewaspadaan kita, di tengah intensitas turunnya hujan yang deras, dan jangan lupa agar terus berdoa," katanya, Selasa (7/9).
(mln/arh)