Sejumlah poster yang diduga menyindir atau mengkritik pemerintah muncul di beberapa sudut jalanan Kota Semarang, Jawa Tengah.
Salah satunya poster berukuran 80 x 60 centimeter dengan dominasi warna hitam yang bergambar 4 orang dengan mengenakan topeng ala Joker dan salah satunya yang di tengah mengenakan jas dan tampak berdiri di atas podium.
Di atas gambar orang, terdapat tulisan besar "Dipaksa Merdeka" yang mudah dibaca warga pengguna jalan yang melintas. Sementara, di bagian kanan atas poster terdapat tulisan "Kritik Kirik".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak diketahui jelas, siapa yang memasang poster tersebut dan apa tujuannya.
"Saya nggak tahu siapa yang masang. Tiba-tiba sudah ada. Sudah lumayanlah, hampir semingguan," kata Suwarno, salah satu penyapu jalan di kawasan Semarang Selatan.
Poster yang sama juga terdapat di beberapa titik lokasi kawasan Semarang Barat dengan ukuran yang sama. Namun, letaknya tampak kurang strategis sehingga tidak begitu terlihat warga.
Diketahui sejak Juli lalu mulai marak seni-seni coretan di dinding jalanan dari mural, stensil, hingga grafiti berbunyi kritik dan sindiran terhadap penyelenggara negara dihapus aparat di sejumlah wilayah di Indonesia. Bahkan, di beberapa wilayah penegak hukum menyatakan akan memburu pembuat coretan di dinding tersebut.
Sementara itu, aparat daerah menyatakan penghapusan itu dengan dalih melanggar perda wilayah masing-masing. Salah satunya di Solo, di mana wali kota wilayah itu, Gibran Rakabuming Raka mengatakan kalau aksi kritik yang dibuat atau dipasang di tempat umum dan membuat warga tidak nyaman tentu akan dibersihkan.
"Kalau di tempat umum, di rumah orang dan orangnya merasa terganggu, tidak nyaman ya akan dibersihkan," katanya, Selasa (7/9).
Sebelumnya, sejumlah poster bermunculan di beberapa titik di Kota Solo. Salah satunya berada di Jalan Diponegoro. Poster berbunyi, "Berani Membatasi, Harus Menghidupi. #GWSIndonesia, #Bansos?" itu tertempel tepat di depan Pasar Antik Triwindu, kawasan wisata Ngarsopuro.
Putra sulung Presiden Joko Widodo itu menyebutkan berbagai saluran yang bisa digunakan untuk menyampaikan kritik. Selain nomor telepon melalui berbagai akun media sosial milik instansi Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Gibran juga mengklaim menerima masukan dan kritik via akun media sosial pribadi.