Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK (GASAK) menyurati Presiden RI RI Joko Widodo (Jokowi) agar mengangkat puluhan pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam surat itu mereka memberi ultimatum 3x24 jam bagi Jokowi untuk mengambil sikap. Jika tidak, mereka akan turun ke jalan.
"Kami Aliansi BEM Seluruh Indonesia dan GASAK memberikan ultimatum kepada Presiden Jokowi untuk berpihak dan mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN dalam waktu 3x24 jam sejak hari ini. Jika Bapak masih saja diam, maka kami bersama elemen rakyat akan turun ke jalan menyampaikan aspirasi yang rasional untuk Bapak realisasikan," demikian petikan surat tertanggal 23 September tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam surat itu, BEM SI dan GASAK menyinggung komitmen Jokowi yang berjanji akan menguatkan KPK dengan cara menambah anggaran, menambah penyidik, dan memperkuat KPK dengan tegas.
Lihat Juga : |
Mereka juga mengecam sikap diam Jokowi atas pemecatan 57 pegawai karena tak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi ASN. Padahal, pelaksanaan alih status tersebut telah terbukti malaadministrasi dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM.
"Alih-alih pegawai KPK ditambah ternyata ada 57 pegawai KPK diberhentikan dengan SK No.1327," kata mereka.
Mereka menuturkan sejumlah alasan yang bisa menjadi dasar bagi Jokowi untuk bertindak. Di antaranya yakni KPK dilemahkan secara terstruktur, sistematis, dan masif melalui revisi Undang-undang; pimpinan KPK terpilih bermasalah karena telah terbukti melanggar etik; hingga proses alih status pegawai yang sarat pelanggaran.
Selain itu, mereka juga mencantumkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan proses alih status tidak boleh merugikan hak para pegawai KPK.
"Dasar tersebut menurut kami sudah cukup membuat rakyat muak sehingga layak rasanya untuk kita marah atas keadaan KPK saat ini. Maka, siapa yang bisa menyelamatkan KPK?" kata mereka.
"Pak Jokowi, perihal 57 Pegawai KPK yang dikebiri dari haknya bukan hanya persoalan para pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Tapi, ini adalah persoalan martabat dan muruah bangsa Indonesia yang punya semangat antikorupsi dan keadilan," lanjutnya.
Saat dikonfirmasi, Koordinator Aliansi BEM SI, Nofrian mengonfirmasi perihal isi surat bertanggal hari ini, 23 September 2021.
"Kalau ultimatum ini tidak direalisasikan, kami akan aksi turun ke jalan bersama rakyat," kata Koordinator Aliansi BEM SI, Nofrian Fadil Akbar melalui telepon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/9).
Tak hanya itu, surat tersebut juga mengungkit soal melemahnya KPK setelah UU no 19 tahun 2019 tentang KPK. Pelanggaran etik dua pimpinan KPK, Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar juga dinilai sebagai bentuk melempemnya lembaga antirasuah tersebut.
"Kita ingin memastikan bahwa keresahan terkait kondisi KPK saat ini tidak hanya terjadi di satu dua kampus saja tapi di banyak kampus," katanya.
Terkait rencana aksi sendiri, Akbar belum memberi keterangan pasti. Pihaknya masih terus melakukan konsolidasi mengingat anggota Aliansi BEM SI tersebar di berbagai wilayah.
"Nanti kita lihat baiknya bagaimana. Apakah terpusat di Jakarta atau di masing-masing wilayah," katanya.
Sementara itu, Presiden BEM UNS, Zakky Musthofa memastikan BEM UNS akan berpartisipasi dalam aksi di Jakarta jika Jokowi selaku presiden tidak bersikap hingga tenggat waktu yang ditentukan.
"Kami sedang menjaring massa untuk berangkat ke Jakarta," katanya.
Pria yang juga menjabat Koordinator Isu Aliansi BEM SI itu menambahkan, aksi tersebut juga akan melibatkan kelompok masyarakat dan komunitas pemerhati masalah korupsi di tanah air.
"Kita ada person-person yang bertanggung jawab untuk berkoordinasi dengan kelompok-kelompok antikorupsi juga," katanya.
Sebagai informasi, sebanyak 57 pegawai KPK menghitung mundur waktu pemecatan. Tidak lebih dari satu pekan lagi untuk puluhan pegawai tersebut menyelesaikan pengabdiannya di lembaga antirasuah. Novel Baswedan dan kawan-kawan akan diberhentikan pada 30 September 2021 berdasarkan keputusan pimpinan KPK Firli Bahuri cs.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menjelaskan alasan ia tidak banyak berkomentar terkait nasib 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan diberhentikan setelahgagal tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Menurut Jokowi, ia tidak banyak menjawab desakan publik untuk turun tangan terkait hal ini karena menghormati proses yang mash berjalan di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
"Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK," kata Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (15/9).
Jokowi menjelaskan yang berwenang menjawab persoalan itu adalah pejabat pembina, dalam hal ini misalnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," lanjutnya.
(syd, ryn/kid)