Cecar 2 Ketua BEM soal UU Berpendapat, Fadjroel Dicecar Balik

CNN Indonesia
Kamis, 30 Sep 2021 01:08 WIB
Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, mencecar dua Ketua BEM mengenai undang-undang kebebasan berpendapat. Namun, akhirnya Fadjroel dicecar balik.
Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, mencecar dua Ketua BEM mengenai undang-undang kebebasan berpendapat. Namun, akhirnya Fadjroel dicecar balik. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, mencecar dua Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mengenai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Namun, akhirnya Fadjroel dicecar balik.

Peristiwa ini terjadi saat Fadjroel hadir dalam acara Mata Najwa bersama Ketua BEM Universitas Negeri Surakarta (UNS), Zakky Musthafa, dan Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Leon Alvinda Putra.

Mulanya, dua mahasiswa tersebut mengungkapkan sejumlah peristiwa represif terhadap mereka saat menyampaikan pendapat di muka umum, seperti penangkapan 10 mahasiswa UNS membentangkan poster ke Jokowi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu dari mereka menjadi korban penamparan aparat. Selain itu, Leon mengungkapkan 168 mahasiswa dan pelajar yang hendak mengikuti demo Hari Buruh beberapa bulan lalu juga ditangkap dan dibawa ke polres.

Fadjroel lantas menanggapi bahwa pemerintah tidak merasa panik dengan kritik. Sebab, kata dia, kritik merupakan jantung konstitusi yang termaktub dalam Pasal 28 UUD 1945.

"Ini kan kritik diakui sebagai jantungnya konstitusi kita dan jantungnya kemerdekaan kita. Jadi kalau judulnya (acara) Nana (Mata Najwa) 'Kritik, Panik Nggak?' Ngapain (panik)?" kata Fadjroel dalam Mata Najwa yang disiarkan live di Trans 7, Rabu (29/9).

Setelah itu, Fadjroel mencecar kedua mahasiswa tersebut apakah mereka telah membaca UU Nomor 9 tahun 1998 yang melindungi hak mereka berpendapat. Tidak hanya itu, Fadjroel terus bertanya siapa yang menandatangani undang-undang tersebut.

"Kemudian kalau berunjuk rasa tentu dilindungi, sudah baca belum nih UU 98? Baca enggak? Apa pahamnya? Di sana misalnya dikatakan apa kalau mau berdemo?" cecar Fadjroel.

Menengahi ini, Najwa lantas menyebut bahwa sikap Fadjroel merupakan satu contoh pemerintah, yang dalam hal ini diwakili juru bicara presiden, merespons kritik.

"Pertanyaan saya kan bagaimana responsnya, teman-teman kan merasa responsnya (pemerintah) berlebihan," kata Najwa.

Menurut Fadjroel, undang-undang itu dengan jelas menyatakan bahwa unjuk rasa memang dilindungi undang-undang.

Namun, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi, seperti melayangkan pemberitahuan tiga hari sebelum demonstrasi, tidak dilakukan di tempat ibadah, dan lainnya.Menurutnya, jika mahasiswa tidak membaca UU ini, maka akan menjadi repot.

"Jadi Anda seolah-olah mengatakan, 'Oh, negeri ini boleh apa aja, enggak perlu peduli dengan konstitusi," ujarnya.

Najwa lantas bertanya bagaimana UU Nomor 9 Tahun 1998 itu diterapkan terhadap mahasiswa UNS yang hanya membentangkan poster dan berjumlah 10 orang saja. Menurut Fadjroel, mereka tetap harus memberikan pemberitahuan tiga hari sebelum melakukan aksi.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, yang turut dihadirkan narasumber kemudian balik bertanya kepada Fadjroel mengenai apa sanksi yang ditetapkan UU tersebut kepada demonstran pelanggar aturan tersebut. Ia juga mempertanyakan apakah Fadjroel membaca aturan soal sanksi tersebut.

"Saya mau tanya Bang Fadjroel baca nggak kalau itu dilanggar sanksinya diapakan? Ditangkap? Ditampar? Tidak, kan? Sanksinya apa? Coba dibaca dulu, bang," cecar Asfin.

Fadjroel lantas membacakan Pasal 15 UU Nomor 9 Tahun 1998 yang telah dicetak dan dia bawa ke meja Mata Najwa.

Namun, belum selesai ia membaca cetakan UU itu, Asfin menimpali bahwa sanksinya adalah dibubarkan, bukan dipukul ataupun ditangkap, meskipun aksi tersebut tidak sah.

[Gambas:Video CNN]

Di sisi lain, berdasarkan catatan YLBHI, terdapat banyak penggagas aksi yang telah melayangkan pemberitahuan, tapi tetap saja menjadi sasaran aparat. Ia mencontohkan penangkapan 168 mahasiswa yang hendak melakukan aksi Hari Buruh, tapi dipisah oleh polisi dan dibawa ke polres.

"Sanksinya itu dibubarkan, bukan dipukul, ditangkap kalaupun itu dianggap tidak sah," ucap Asfin.

Jubir presiden itu lantas berkelit bahwa UU tersebut mengatur harus ada pihak yang bertanggungjawab atas unjuk rasa yang digelar.

Ia juga menimpali pernyataan Ketua BEM UNS, Zakky, mengenai tindakan penangkapan, pemborgolan, dan penamparan yang dialami rekan-rekannya.

"Makanya tadi saya tanya Anda baca enggak UU ini? Ketika Anda melakukan unjuk rasa itu Anda memberi tahu enggak?" cecar Fadjroel.

Ketua BEM UI, Leon, kemudian ikut menimpali pertanyaan Fadjroel. Menurut Leon, pihaknya telah melayangkan pemberitahuan terkait aksi 1 Mei itu. Namun, tetap saja aparat melakukan penangkapan.

"Pada waktu 1 Mei saya memberi tahu. Saya bahkan yang menunjukkan tanda terima surat pemberitahuan yang diberikan oleh Polda Metro Jaya kepada polisi dan 168 (mahasiswa dan pelajar) nya tetap dibawa," kata Leon.

(iam/has)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER