Anggota tim Kuasa Hukum advokasi Koalisi Ibu Kota, Ayu Eza Tiara menilai langkah Presiden Joko Widodo mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait polusi udara di Ibu Kota terlalu emosional dan egois.
Selain Jokowi, beberapa pihak tergugat yang juga mengajukan banding yakni Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Pilihan pemerintah Jokowi mengajukan upaya hukum banding didasari hanya ego dan justru merugikan semua pihak. Pemerintah alih-alih menyelamatkan 10 juta warga DKI justru mereka melihat secara emosional hitam-putih, menang-kalah," kata Ayu dalam diskusi virtual, Jumat (1/10).
Padahal menurut Ayu, koalisi tidak menuntut banyak hal pada Jokowi dan jajaran kementeriannya. Tuntutan yang diajukan pun sebenarnya adalah murni untuk kemaslahatan bersama yakni membuat ekosistem udara yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.
Ia menyebut hanya menggugat Presiden Jokowi dengan dua tuntutan. Pertama untuk merevisi Peraturan Presiden nomor 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, dan mengetatkan baku mutu ambient temperature nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem.
"Dari tuntutan itu, sudah ada yang dilakukan Presiden Jokowi yaitu merevisi PP 41/99 dengan PP 22/2021, artinya pemerintah tinggal mengetatkan baku mutu ambien nasional saja, itu pun dibanding lagi," ucap Ayu.
Padahal menurutnya, indeks pencemaran udara di Ibu Kota yang setiap harinya justru semakin memburuk. Di Jakarta, tingkat polusi udara lima kali lipat lebih tinggi dari pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut catatan WALHI, indeks polusi udara Jakarta mencapai 25 PM, sementara WHO mengeluarkan standar maksimal pencemaran udara di angka 5 PM.
Semakin buruk tingkat polusi di Ibu Kota, dikhawatirkan berdampak negatif pada kesehatan warga Jakarta. Padahal Indonesia juga saat ini sedang berhadapan dengan pandemi Covid-19.
"Mereka beranggapan bahwa pemerintah tidak akan pernah salah, pemerintah sudah melakukan semaksimal mungkin, masyarakat harus menerima dengan terbuka bahwa itulah hasil yang dilakukan pemerintah. Meski tadi berbagai cara yang dilakukan pemerintah tapi bukti realisasinya tidak pernah terlihat dan tidak pernah tercapai," tutur Ayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan yang sama, para penggugat dalam perkara ini mengaku kecewa dengan langkah pemerintah pusat mengajukan banding.
Salah satu penggugat, Adhito Harinugroho menilai pemerintah hanya melihat hasil putusan pengadilan sebagai permainan yang mengharuskan menang-kalah. Padahal sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan udara bersih untuk warga masyarakat.
"Kami kecewa karena ini seperti urusan menang-kalah, padahal ini adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan udara bersih ke seluruh warga Jakarta," ujarnya.
Penggugat lainnya, Yuyun Ismawati juga mengaku kecewa dengan langkah pemerintah pusat yang enggan menerima hasil putusan pengadilan. Padahal ia meyakini baik Presiden Jokowi dan jajarannya pasti menginginkan keluarganya sehat.
"Padahal Pak Jokowi dan para menteri punya cucu, sama seperti saya. Pemerintah ini suka lupa dengan komitmennya untuk pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan," ujarnya.
Sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Presiden RI Joko Widodo (tergugat I) hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tergugat V) melakukan perbuatan melawan hukum terkait pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta.
Hakim juga memutus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (tergugat II), Menteri Dalam Negeri (tergugat III), dan Menteri Kesehatan (tergugat IV) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hakim menilai para tergugat telah lalai dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat di wilayah DKI Jakarta.
Dalam perkara ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan tak akan mengajukan banding dan bakal menjalankan putusan pengadilan. Sementara pemerintah Jokowi lewat KLHK sudah tegas menyatakan akan mengajukan banding.