Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum berniat membeli Molnupiravir--obat yang diklaim perusahaan farmasi Merck mampu mengurangi risiko kematian dan rawat inap warga yang terinfeksi virus corona (Covid-19) hingga 50 persen.
Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, segala jenis obat-obatan yang didatangkan ke Indonesia harus melalui lampu hijau yang diberikan regulator Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terlebih dahulu.
"Yang pasti kita tunggu selesai terlebih dahulu untuk uji klinis Molnupiravir," kata Nadia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Nadia memastikan pemerintah selalu memantau perkembangan Molnupiravir secara global untuk kemudian dipertimbangkan impor apabila obat tersebut memang berkhasiat sesuai klaim produsen mampu mengurangi risiko kematian Covid-19.
Selain itu, ia memastikan pemerintah akan terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan khususnya obat terapi bagi pasien Covid-19 yang saat ini digunakan di Indonesia seperti Oseltamivir, Favipiravir, Remdesivir, dan lain-lain.
"Molnupiravir ini terus kita monitor perkembangannya ya," imbuh Nadia.
Adapun perusahaan farmasi Merck dilaporkan tengah berupaya mengajukan permohonan izin penggunaan darurat (EUA) Molnupiravir, kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Apabila disetujui, pil tersebut bakal menjadi obat oral alias obat yang dikonsumsi melalui mulut pertama kali untuk mengobati infeksi covid-19.
Seperti dilansir Reuters, Minggu (3/10), Merck dan perusahaan mitra, Ridgeback Biotherapeutics, tengah berupaya mendapatkan izin penggunaan dari FDA supaya pil itu bisa digunakan di seluruh dunia.
Malaysia pun kini tengah melakukan pembicaraan untuk mendapatkan pil Molnupiravir tersebut. Menteri Kesehatan Khairy Jamaluddin mengatakan pihaknya sedang memulai negosiasi untuk mendapatkan pil yang dikembangkan oleh Merck & Co (MRK.N) itu.