Difabel di Jogja Disiksa, Tiap Malam Diborgol dan Dipukuli

kum | CNN Indonesia
Selasa, 05 Okt 2021 17:43 WIB
Ilustrasi penganiayaan. (Foto: Istockphoto/coehm)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Pasangan suami istri yang merupakan pengasuh penitipan anak berkebutuhan khusus, Rumah Kasih Sayang (RKS), di Yogyakarta, disebut menganiaya klien mereka dengan dalih agar menurut.

Kasus ini terungkap saat orang tua dari LA (18), warga Tulang Bawang, Lampung, resah lantaran tak bisa menghubungi anaknya yang dititipkan sejak 2019 lewat telepon video.

Pihak penitipan mengaku sang anak tengah belajar atau terhalang karena akses komunikasi yang dibatasi selama pandemi Covid-19.

Suatu hari, ibu dari LA mengunggah potret sang anak di akun Facebook-nya. Saat itu lah ada komentar dari salah satu mantan pegawai KRS yang menyarankan agar anak tersebut segera diambil dari KRS.

"Ada salah satu pengurus dari rumah KRS yang dipecat menulis komentar di sana (unggahan ibu LA). 'Kalau bisa anaknya diambil saja, Bu'," ungkap Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sleman Iptu Yunanto Kukuh, di kantornya, Selasa (5/10).

"Dengan adanya kecurigaan video call enggak diangkat, lalu komentar tersebut, ibu korban akhirnya datang dari Lampung ke Jogja untuk mengambil anaknya," lanjut dia.

Saat diajak komunikasi oleh ibunya, LA, yang mengalami borderline personality disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang, tampak tertekan. Tak butuh waktu lama bagi orang tua korban untuk kemudian melapor ke Unit PPA Polres Sleman.

"Dari pengakuan korban, korban itu tiap malam diborgol di depan tiang kemudian disiram air panas, dipukul menggunakan tongkat," ungkap Kukuh, sambil menyebut bahwa para pelaku sampai tega menyulut bagian tubuh korban menggunakan api.

Keterangan LA diperkuat dengan bukti luka di tubuhnya berupa kulit mengelupas diduga akibat siraman air mendidih.

Polisi lantas memeriksa pasangan pengasuh LO dan IT, warga Guntur, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, yang berdomisili di Sinduadi, Mlati, Sleman, DIY, itu.

Hasil penyelidikan sementara menguak bahwa dugaan aksi penganiayaan ini telah berlangsung selama 6 bulan terakhir korban dititipkan di RKS.

"Korban atas nama LA ini sering dianiaya oleh pengasuhnya," lanjut Kukuh.

Fakta kasus penyiksaan anak dalam Infografis. (Foto: Fajrian)

Dugaan sementara, pihaknya menyebut LO dan IT tak punya keahlian khusus, terutama kesabaran dalam mendidik anak-anak penyandang disabilitas.

"Pelaku melakukan penganiayaan karena mungkin anak susah diatur, tidak menurut. Karena jengkel, yang bersangkutan melakukan hal-hal yang istilahnya bisa membuat kapok korban," kata Kukuh.

Penyelidikan lebih jauh mengungkap bahwa RKS ini ternyata tak mengantongi izin operasi, selain tidak memenuhi standar fasilitas.

Unit PPA Polres Sleman beserta Dinas Sosial setempat langsung melakukan penutupan terhadap tempat tersebut. Sementara, 17 anak titipan di RKS dipindah ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Antasena di Magelang.

"Selain korban [LA] ada [penghuni lain] yang mengalami penganiayaan, akan tetapi yang bersangkutan tidak membuat laporan dan dibawa pulang orang tuanya. Berdasarkan hasil penyelidikan kami [korban] baru dua orang," ungkap dia.

Dari kasus ini, polisi menyita serangkaian barang bukti. Antara lain, borgol tangan, catut, cangkir, dan tongkat yang dipakai untuk menganiaya korban. Kemudian, bukti berupa foto luka yang dialami LA.

Polisi pun menetapkan LO dan IT sebagai tersangka Pasal 80 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 351 KUHP. Ancaman hukumannya 3 tahun bui.

Namun, Polres Sleman tak menahan keduanya dan hanya menerapkan wajib lapor.

(arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK