Polri Sebut Kasus Pencabulan di Luwu Timur Bisa Diusut Lagi

CNN Indonesia
Kamis, 07 Okt 2021 16:37 WIB
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Rusdi Hartono. (CNN Indonesia/ Michael Josua)
Jakarta, CNN Indonesia --

Polri memastikan bahwa penyelidikan kasus dugaan pencabulan oleh seorang bapak terhadap tiga anaknya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan masih belum final.

Penghentian penyelidikan yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Luwu Timur sejak 2019 lalu diklaim masih dapat dibuka kembali apabila ada bukti baru.

"Ini tidak final. Apabila memang ditemukan bukti-bukti baru maka penyidikan bisa dilakukan kembali," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan, Kamis (7/10).

Sejauh ini, kata Rusdi, polisi telah menutup penyidikan perkara tersebut karena tak menemukan bukti cukup terjadinya dugaan tindak pidana pencabulan.

Oleh sebab itu, Rusdi menjelaskan bahwa penanganan perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan atau bahkan untuk menyeret terduga pelaku hingga ke meja hijau.

"Jadi memang kejadian tahun 2019 laporan diduga adanya pencabulan. Sudah ditindaklanjuti oleh penyidik Luwu Timur. Dan hasil daripada penyelidikan dari penyidik itu dilakukan gelar perkara. Kesimpulan dari gelar perkara itu adalah tidak cukup bukti. Sekali lagi, tidak cukup bukti yang terkait dengan tindak pidana pencabulan tersebut," jelasnya.

Korban pencabulan sempat ditangani di Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Makassar pada Desember 2019. Polisi kala itu menyatakan bahwa penyidik tak menemukan bukti fisik ataupun tanda-tanda kekerasan seksual yang dialami kedua anaknya.

Kapolres Luwu Timur, AKBP Silvester MM menjelaskan bahwa penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan mantan suaminya selaku terlapor. Kemudian melakukan visum kedua di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar dengan didampingi ibu korban.

Berdasarkan hasil asesmen di P2TP2A Kabupaten Luwu Timur, tidak ditemukan tanda-tanda trauma pada ketiga anak pelapor kepada ayahnya.

"Karena saat terlapor datang ke kantor P2TP2A ketiga anaknya langsung menghampiri dan duduk ke pangkuan ayahnya, sehingga penyidik melaksanakan gelar perkara di Polres Luwu Timur dan di Polda Sulsel dengan hasil menghentikan proses penyelidikan pengaduan tersebut dengan alasan tidak ditemukan bukti yang cukup sebagaimana yang dilaporkan," kata Silvester saat dihubungi, Kamis (7/10).

Kasus ini mencuat di media sosial dan menjadi polemik. Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Resky Prastiwi menilai penanganan kasus tersebut sudah cacat sejak awal.

Para korban, kata dia, tidak mendapatkan pendampingan dari pihak orang tua atau pendamping lainnya saat menjalani pemeriksaan. Pelapor juga saat itu tidak mendapatkan pendampingan dari pengacara.

Sedangkan, dalam kasus undang-undang sistem peradilan pidana anak (SPPA) anak wajib didampingi orang tuanya dan pendampingan dari bantuan hukum.

"Tidak serta merta orang mengalami waham hanya dalam 15 menit. Itu juga disampaikan, prosedur yang cacat itu disampaikan ke polda, tapi semua argumentasi kami tidak ditindaklanjuti," katanya.

(mjo/pmg)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK