Pengacara Ibu Anak Korban Cabul Luwu Timur Kuak 2 Bukti Baru
Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak sebagai tim kuasa hukum ibu tiga anak yang menjadi korban terduga pencabulan ayah di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menyebutkan ada dua bukti baru yang saat ini tidak digunakan kepoilsian dalam menangani kasus itu sebelumnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Haedir mengatakan, bahwa ada bukti baru yang diluar bukti-bukti yang dimiliki Polres Luwu Timur, meski pun dua bukti baru itu berada di luar prosedur penyelidikan.
"Ada dua bukti yang harusnya diperiksa kembali, kemudian dimasukkan dalam berkas perkara," kata Haedir, Rabu (13/10).
Diketahui LBH Makassar menjadi pendamping bagi ibu tiga anak diduga menjadi korban pencabulan ayahnya di Luwu Timur yang kasusnya sempat dihentikan polisi pada 2019 silam.
Dua bukti baru itu, jelas Haedir, yakni bukti asesmen psikologi ibu dan ketiga korban yang pernah dilakukan pihak P2TP2A Makassar pada Desember 2019 lalu dan surat rujukan Puskesmas Malili ke rumah sakit di Luwu Timur.
Bukti itu, kata Haedir, hanya bisa diambil pihak penyidik Polres Luwu Timur untuk melakukan penyelidikan kasus ini kembali, bukan tim asesmen Mabes Polri yang didatangkan dari Jakarta.
"Bukti asesmen psikologi yang pernah dilakukan pihak P2TP2A Makassar, itu satu bukti. Kemudian rekam medis atau surat rujukan puskesmas ke rumah sakit di Luwu Timur, dalam surat rujukan itu menyatakan bahwa mengalami kerusakan pada vagina. Nah, ini bukti hanya bisa diambil oleh polisi pada saat penyelidikan. Tidak bisa tim asesmen yang mengambil itu," ujar Haedir.
Haedir menerangkan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini tidak akan pernah sampai ke proses penyidikan, jika dalam proses penyelidikan terjadi kesalahan prosedur. Walaupun saat ini kuasa hukum korban mengaku memiliki bukti hasil pemeriksaan korban di P2TP2A Makassar.
"Kami punya bukti dari P2TP2A bukti asesmen psikologi, itu pun harus diambil dari kami dengan proses hukum dong, tidak bisa melalui sekarang, karena tidak dalam proses penyelidikan. visum itu hanya bisa dilakukan oleh polisi dalam proses penyelidikan, kalau kami tidak bisa harus polisi yang mengambil visum atas dasar rekomendasi polisi," kata Haedir.
Sementara, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Resky Pratiwi mengatakan, bahwa pihak kepolisian bisa merekomendasikan korban untuk melakukan visum ke rumah sakit berdasarkan rekomendasi itu dalam proses penyelidikan.
"Meskipun kami punya rujukan dari dokter itu hanya sebuah petunjuk saja, karena dilakukan penyelidikan itu bisa visum ketika penyidik meminta kepada ahli dalam hal ini dokter ke instansinya, kemudian ahli akan mengeluarkan surat visum, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap korban. Itu baru dikatakan visum," jelas Rezky.
(mir/kid)