Tim Hukum Bantah Ibu Tiga Anak Luwu Timur Alami Kelainan Jiwa
CNN Indonesia
Selasa, 12 Okt 2021 21:52 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Ilustrasi. Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak mengkritik cara Korps Bhayangkara merespons kasus dugaan pencabulan anak di Luwu Timur. (thisguyhere/Pixabay)
Makassar, CNN Indonesia --
Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak sebagai tim kuasa hukum pelapor dugaan pencabulan tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, membantah kondisi kejiwaan ibu korban mengalami kelainan seperti yang dibeberkan mantan suaminya.
Direktur LBH Apik Sulsel, Rosmiati Sain mengatakan, perempuan yang berhadapan dengan hukum banyak sekali masalah yang dihadapi. Pasalnya kaum hawa adalah kelompok rentan dalam kasus sejenis, misalnya perempuan melaporkan suaminya ke pihak kepolisian maka akan dicap mengalami kelainan kejiwaan.
Seperti pada kasus dugaan pencabulan tiga anak di Luwu Timur, kata Rosmiati, ibu korban dikatakan mengalami kelainan kejiwaan usai melaporkan mantan suaminya yang diduga telah mencabuli anak kandungnya yang masih di bawah umur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya kita tidak boleh mencap seperti itu, kalau ada yang menyampaikan hal itu, maka saya juga penting untuk bertanya informasi itu dari mana. Kalau misalnya dari pihak terlapor atau dari pihak kepolisian, saya juga pasti bertanya apa dasarnya pelapor mengalami kelainan," kata Rosmiati Said dalam webinar, Selasa (12/10).
Lebih lanjut Rosmiati menerangkan, bahwa kondisi psikologis perempuan saat menjalani proses hukum atau sementara menjalani pemeriksaan, maka kondisinya akan dapat berubah. Tapi, hal itu tidak dapat langsung dikatakan mengalami kelainan kejiwaan.
"Karena kondisi kejiwaan, kondisi psikologis bisa berubah kapan saja dan yang pasti yang bisa mengetahui, tentukan seseorang mengalami hal itu hanya seorang ahli. Dan apabila ada perempuan atau anak yang berhadapan hukum baik itu sebagai saksi atau pelapor atau terlapor kejadian itu sering terjadi," kata dia.
Sementara, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Resky Pratiwi menegaskan kondisi kejiwaan kondisi pelapor itu sangat tidak relevan dalam proses penyelidikan kasus dugaan pencabulan tersebut.
"Justru yang paling utama adalah bukti-bukti dalam berkas penyelidikan. Jika di dalam ditemukan bukti kekerasan seksual terhadap para anak, maka kondisi kejiwaan tidak relevan untuk dipersoalkan oleh penyidik atau pihak-pihak yang lain," kata Rezky.
Menurut Rezky memang ada upaya untuk mendelegitimasi ibu korban sebagai pelapor dilakukannya pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, ketika kasus ini dilakukan dalam proses penyelidikan.
"Karena itu kami menganggap sejak awal itu pelanggaran prosedur, karena tidak diinformasikan, tidak relevan dan juga tidak menunjukkan atau bukan sebuah kesimpulan bahwa pelapor tidak cakap secara hukum untuk membuat laporan polisi. Jadi keterangan psikiater RS Bhayangkara menerangkan bahwa pelapor tidak cakap secara hukum untuk membuat laporan polisi atau memberikan keterangan sebagai saksi," tutur Rezky.
"Yang utama adalah bukti-bukti terjadinya kekerasan seksual terhadap anak," imbuhnya.
Halaman selanjutnya, ayah yang jadi terduga pelaku cabul buka suara.
Sebagai informasi, dari Jakarta, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Mabes Polri mengirimkan tim ke Luwu Timur untuk mendalami lagi dugaan kejanggalan dalam kasus pencabulan anak yang dihentikan penyelidikannya pada 2019 silam.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum terlapor, Agus Melas menegaskan kliennya siap memberikan keterangan dan kooperatif dalam penanganan kasus yang dilaporkan mantan istrinya.
"Klien kami tetap kooperatif, misalnya ini kan sudah ada tim assesmen dari Mabes Polri dan Kementerian PPPA sehingga apabila klien kami dibutuhkan untuk diambil keterangannya terkait kasus pidana kami tetap membuka diri," kata Agus Melas, Selasa (12/10).
Selain itu, beber Agus Melas pihaknya juga telah mengumpulkan sejumlah alat bukti untuk membuktikan bahwa tuduhan yang dilaporkan mantan istrinya S ini tidak benar.
"Bahkan, kami punya bukti yang mengarah ke pelapor. Sebenarnya pelapor ini memutarbalikkan fakta. Justru yang membuat ketiga anaknya resah adalah ibunya sendiri," jelasnya.
Menurut Agus peluang besar untuk melaporkan balik mantan istrinya dengan beberapa bukti yang memang ketiga anaknya mengalami keresahan dan kondisinya dalam keadaan tertekan.
"Dia kurung anaknya, kami punya fotonya. Dia pernah tinggalkan anaknya di rumah dengan mengunci pintu dari luar. Dia juga PNS," bebernya.
Berdasarkan keterangan dari kliennya kata Agus Melas selama hidup bersama dengan mantan istrinya ini mempunyai kelainan.
"Karena klien kami baru baru mengantar anaknya ke sekolah, karena mantan istrinya saat itu lagi pergi dinas luar kecamatan, beberapa hari kemudian baru dilapor. Ini menjadi tanda tanya besar. Perasaan klien kami mungkin faktor cemburu, karena klien kami sudah berkeluarga lagi," ungkapnya.
Padahal tutur Agus kliennya selama ini tetap memberikan kewajibannya sebagai orang tua kepada ketiga anaknya, meskipun sejak dilaporkan dalam kasus dugaan pencabulan tersebut, kliennya tidak lagi dapat bertemu dengan ketiga anaknya yang masih di bawa umur.
"Dia tetap nafkahi, biasa diantar ke sekolah. Pernah ketemu di P2TP2A Luwu Timur setelah dilaporkan. Tapi kan dibilang salah prosedur karena dipertemukan. Ini lah susahnya klien kami ini ada ayah kandungnya, walaupun diduga "pelakunya", beda kalau orang lain yang pelakunya," terangnya
Menurutnya apa yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) telah melaksanakan tugasnya dengan tepat dengan menghubungi ayah ketiga anak tersebut.
"Ayahnya kan dihubungi untuk melihat kondisi psikologis ketiga anaknya. Kalau (pencabulan) itu terjadi pasti ada rasa trauma, tapi kan tidak ada, seperti biasa bagaimana ayah dengan anaknya berpelukan dan merangkul. Kan seperti itu sebenarnya. Justru ibunya ini yang kami tidak tau motifnya apa," katanya.
Agus Melas mengatakan, bahwa harapan klien kami untuk menyudahi yang kasus ini hingga viral dan dan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah.
"Mempercayakan kasus ini kepada kerja-kerja dari penyidik Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel ditambah lagi tim dari Mabes Polri kita percayakan, karena melaksanakan tugasnya secara profesional," pungkasnya.
Terduga Pencabul Tanggapi Kedatangan Tim Polri dan PPA