Kuasa hukum pelapor kasus dugaan pencabulan tiga anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menanggapi laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan mantan suaminya, berinisial S di Polda Sulsel.
Menurut Advokat Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Azis Dumpa laporan dugaan pencemaran nama baik yang dialamatkan kepada ibu korban itu salah alamat.
"Itu laporan yang salah alamat, karena yang dilaporkan adalah produk jurnalistik yang dilindungi Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers," kata Azis kepada CNNIndonesia.com, Minggu (17/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seharusnya kata Azis jika seseorang yang keberatan dengan sebuah produk jurnalistik harusnya menempuh dengan langkah-langkah melalui permintaan hak jawab atau hak koreksi atau penyelesaian mekanisme di Dewan Pers.
"Pihak kepolisian yang menerima laporan harus mengarahkan pelapor untuk melakukan Langkah-langkah itu. Hal itu tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 02/DP/MoU/II/2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan," kata Azis.
Selain itu, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tahun 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan Polri tentang pedoman penerapan pasal tertentu dalam UU ITE memberikan pedoman dalam menerapkan Pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan dan/atau Pencemaran nama baik.
Azis menerangkan, ketika terkait dengan pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers yang merupakan kerja-kerja jurnalistik, maka dilakukan melalui mekanisme sesuai undang-undang pers sebagai lex specialist, bukan menggunakan pasal 27 ayat 3 dan perlu melibatkan Dewan Pers.
"Sekarang tinggal melihat apakah komitmen dalam nota kesepahaman dan keputusan bersama yang ditandatangani Kapolri itu diterapkan," imbuhnya.
Dalam kasus dugaan pencabulan anak di Luwu Timur itu sendiri polisi telah membuka penyelidikan baru. Diketahui kasus yang pernah ditangani Polres Luwu Timur itu telah dihentikan polisi penyelidikannya dengan alasan perkara kekerasan seksual yang dilaporkan ibu anak-anak korban itu tak cukup bukti pada Desember 2019 silam.
Belakangan, kasus itu mencuat kembali pada 2021 ini setelah muncul dalam pemberitaan Project Multatuli. Kasus itu menjadi perhatian nasional hingga Kantor Staf Presiden (KSP) sampai DPR bersuara. Akhirnya, Mabes Polri pun mengirimkan tim asistensi ke Sulawesi Selatan untuk melihat kembali kasus tersebut.
Belakangan, Mabes Polri menyatakan polisi membuka lagi penyelidikan kasus dugaan pencabulan tersebut. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa penyelidikan itu didasarkan atas laporan tipe A atau yang dibuat sendiri oleh polisi.
"Penyidik telah membuat laporan polisi model A tertanggal 12 Oktober 2021, perihal adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur. [Dalam laporan tipe A] itu ditulis pelaku dalam proses penyelidikan," kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (14/10).
(mir/kid)