Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak menempatkan Ibu Lydia (bukan nama sebenarnya) bersama tiga orang anak dari Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang menjadi korban kekerasan seksual di rumah aman.
Keberadaan Ibu Lydia bersama anaknya yang di tempatkan di rumah aman untuk memberikan perlindungan dan pemulihan terhadap para korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh sang ayah.
"Kami tempatkan di rumah aman untuk kepentingan terbaik anak, untuk perlindungan dan pemulihannya," kata advokat publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Azis Dumpa kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/10).
Menurut Azis apabila penyelidikan kasus dugaan pencabulan ini kembali dibuka, maka seharusnya proses penyelidikannya tidak dilakukan dengan harus mendatangi rumah korban.
"Proses penyelidikan itu jika dilakukan harus dengan cara-cara yang patut, tidak dengan mendatangi rumah pelapor dan korban tanpa tujuan yang jelas. Hal itu adalah cara-cara yang membahayakan anak korban, karena membuat jati dirinya bisa terungkap padahal hal ini dilarang UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," jelasnya.
Azis mengaku saat ini pihaknya belum menerima surat pemberitahuan secara resmi terkait dimulainya penyelidikan kembali kasus dugaan pencabulan terhadap ketiga anak tersebut. Sebelumnya, pekan lalu Mabes Polri menyatakan penyelidikan telah dibuka kembali dengan laporan model A alias dibuat polisi sendiri.
"Sampai saat ini belum ada Surat Pemberitahuan terkait dimulainya lagi Penyelidikan. Belum ada pemberitahuan resmi terkait penyelidikan apakah sudah dimulai lagi," katanya.
Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak tetap bersikukuh penyelidikan kasus tersebut tidak ingin dilakukan di Polres Luwu Timur, sebelum ada perbaikan secara internal dilakukan pihak Polres Luwu Timur.
"Kami tetap meminta penanganannya dialihkan ke Mabes Polri atau setidaknya di Polda Sulsel dengan supervisi Mabes Polri. Untuk Polres Luwu Timur bisa fokus untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh di internalnya, karena ada dugaan kuat penyelidikan sebelumnya yang melanggar prosedur, sehingga yang dibutuhkan adanya perbaikan," ungkap Azis.
Alasan kuasa hukum pelapor meinta kasus dugaan pencabulan tersebut dialihkan ke Polda Sulsel agar dapat dilakukan perlindungan dan pemulihan secara maksimal di Makassar, ketimbang harus di Polres Luwu Timur.
"Lagi pula layanan perlindungan dan pemulihan bahkan keamanan yang dapat diakses secara maksimal itu di Makassar. Sehingga sangat beralasan diambil alih oleh Mabes Polri atau Polda Sulsel," katanya.
Di satu sisi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebelumnya menyatakan telah melakukan langkah terhadap ibu dan anak-anak di Luwu Timur itu sejak 2020 silam.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya mengabulkan permohonan perlindungan yang diajukan pada 13 April 2020 berupa Pemenuhan Hak Prosedural (PHP) dan pemberian bantuan psikologis. LPSK ketika itu, kata Edwin, tetap bersikukuh memberikan perlindungan kepada korban meskipun penyelidikannya telah dihentikan.
"Melalui program PHP, LPSK terus memonitor perkembangan kasus dengan terus berkoordinasi dengan Polres Luwu Timur, melakukan audiensi dengan Kapolda Sulawesi Selatan serta telah bertemu dengan Wakil Gubenur" kata Edwin dalam keterangannya, Kamis (14/10).
Saat ini LPSK, telah mendapatkan permohonan perlindungan kembali dari Ibu dan tiga anak tersebut. Dasar permohonan ini akan ditindaklanjuti LPSK dengan berkoordinasi sama pihak kepolisian.
(kid/ mir/kid)