Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan telah memberikan perlindungan pada ibu dan anak-anak yang diduga dicabuli ayahnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, sejak 2020 silam. Bahkan, perlindungan diberikan meski kasus itu sempat disetop penyelidikannya oleh polisi.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya mengabulkan permohonan perlindungan yang diajukan pada 13 April 2020 berupa Pemenuhan Hak Prosedural (PHP) dan pemberian bantuan psikologis. LPSK ketika itu, kata Edwin, tetap bersikukuh memberikan perlindungan kepada korban meskipun penyelidikannya telah dihentikan.
"Melalui program PHP, LPSK terus memonitor perkembangan kasus dengan terus berkoordinasi dengan Polres Luwu Timur, melakukan audiensi dengan Kapolda Sulawesi Selatan serta telah bertemu dengan Wakil Gubenur" kata Edwin dalam keterangannya, Kamis (14/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini LPSK, telah mendapatkan permohonan perlindungan kembali dari Ibu dan tiga anak tersebut. Dasar permohonan ini akan ditindaklanjuti LPSK dengan berkoordinasi sama pihak kepolisian.
Lihat Juga :![]() SUARA ARUS BAWAH Keluh Warga Ramai #PercumaLaporPolisi: Memang Percuma |
Secara runut, ia menerangkan LPSK kemudian menerima permohonan perlindungan dari korban pada 27 Januari 2020. Tidak berselang lama, LPSK merespons cepat dengan menurunkan tim investigasi ke Sulawesi Selatan dua hari kemudian, yakni 29 Januari 2020.
"Kami langsung menemui korban, ibu korban, berkoordinasi dengan penyidik di Polres Luwu Timur, dan menemui kuasa hukum korban di kantor LBH Makassar, dan berkomunikasi dengan psikolog yang sempat lakukan assemen psikologis kepada ketiga anak tersebut," tuturnya.
Selanjutnya, LPSK secara mandiri melakukan pemeriksaan psikologi kepada korban dan ibu korban pada 19 Februari 2020 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Alasan pemeriksaan di Kota Makassar atas permintaan ibu korban yang mengaku kurang percaya dengan pemeriksaan psikologi di Luwu Timur.
Apalagi setelah Polres Luwu Timur menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan (SKP2) atas kasus tersebut pada 10 Desember 2019.
"Di mana kami menemukan kesan ibu korban meragukan terhadap hasil pemeriksaan visum et repertum dan visum et repertum psychiatricum yang telah dilakukan kepada korban sebanyak tiga kali, mulai dari pemeriksaan di Puskesmas Malili, hingga di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar," kata Edwin.
Sementara itu, secara terpisah, LBH Makassar yang mendampingi hukum ibu dan tiga anak korban pencabulan mengungkapkan kelemahan dari proses asesmen kasus tersebut saat masih penyelidikan pada 2019 silam. Wakil Direktur LBH Makassar, Azis Dumpa mengatakan dari mulai awal penyelidikan korban sudah menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya. Namun, kesimpulan dari asesmen itu terdapat kekeliruan yang menyebutkan tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual itu.
"Meskipun kesimpulannya yang salah, bahkan tidak ada tanda-tanda trauma, sehingga dilihat sebagai tidak ada kekerasan seksual, menurut kami tidak sesuai dengan fakta. Apalagi yang melakukan pemeriksaan psikologi bukan seorang psikolog klinis, tapi hanya sarjana psikologi," kata Azis di Makassar, Kamis.
Untuk membandingkan, Azis menyatakan pihaknya juga mempunyai bukti asesmen yang dilakukan seorang psikolog yang berkompeten pada 2020 lalu.
"Kami juga punya bukti hasil asesmen, dengan detail menceritakan kekerasan seksual itu terjadi dan bagaimana anak-anak itu mendapatkan kekerasan seksual oleh ayahnya. Jadi menurut kami penyidik belum diperiksa bukti-bukti yang telah kami sampaikan saat digelar perkara," ungkapnya.
Menurut Azis Tim Mabes Polri yang telah berada di Luwu Timur seharusnya juga memeriksa prosedur penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini. Pasalnya, kata dia sebenarnya ada bukti-bukti yang harus didalami oleh penyidik, tapi belum atau tidak dilakukan.
"Karena menurut kami di dalam dokumen hasil penyelidikan yang dilakukan penyidik Polres Luwu Timur ada sebenarnya bukti-bukti yang harus didalami, seperti dalam keterangan interogasi anak, bukan sama sekali tidak mendapatkan kekerasan, ada yang menceritakan bahwa dia mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayahnya. Nah keterangan anak ini sudah seharusnya didalami lagi," jelasnya.