Menjaga Nelayan Natuna Lewat Penangkapan Ikan Terukur

Feri Agus Setyawan | CNN Indonesia
Kamis, 21 Okt 2021 18:13 WIB
Sejumlah nelayan Natuna berharap pemerintah membantu meningkatkan hasil tangkapan. KKP pun mencanangkan program penangkapan terukur di wilayah Natuna.
Sejumlah nelayan tengah mempersiapkan kebutuhan sebelum melaut di Pelabuhan Teluk Baruk, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. (CNNIndonesia/ Feri Agus Setyawan)

Sementara zona reguler atau nelayan lokal berada di tiga WPPNRI, antara lain WPPNRI 571 (Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman), WPPNRI 712 (Perairan Laut Jawa), dan WPPNRI 713 (Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali).

"Kenapa itu tidak dijadikan industri? Karena di sekitar ini nelayan sudah banyak. Sehingga ini regular, seperti sekarang ini saja," kata Zaini beberapa waktu lalu di kantornya.

Terakhir, zona spawning ground ditetapkan di WPPNRI 714. Pemerintah melarang penangkapan ikan di perairan yang meliputi Teluk Tolo dan Laut Banda tersebut, kecuali untuk nelayan kecil yang memiliki KTP daerah setempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, perairan antara Sulawesi dan Maluku itu menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis ikan, sehingga tak boleh ada penangkapan ikan besar-besaran di sana.

"Ikan tuna dan beberapa jenis ikan (lain) bertelor di sana, memijah di sana atau kawin di sana. Kalau misal ini diganggu, maka bukan hanya perairan 714 yang rusak, tapi perairan yang lain juga rusak. Ini pusat pemijahan. Nah, ini konsep penangkapan terukur itu," ujarnya.

"Penangkapan terukur ini juga terukur kelestarian lingkungannya. Karena itu dipastikan ketika (ikannya) diambil tidak akan melebihi kuota atau potensi yang ada di wilayah itu," kata Zaini menambahkan.

Sejumlah kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Teluk Baruk, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Sabtu (16/10).Sejumlah kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Teluk Baruk, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Sabtu (16/10).(CNNIndonesia/ Feri Agus) 

Kontrak di Zona Industri

Lebih lanjut, Zaini mengatakan pihaknya bakal menerapkan sistem kontrak di zona penangkapan industri dengan sejumlah syarat. Ia menyebut sistem kontrak ini akan memudahkan investor menghitung nilai tangkapnya.

Kontrak ini tak bisa terputus di tengah jalan dan juga tercantum kewajiban untuk menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kemudian, hasil tangkapan ikan wajib didaratkan di daerah yang bersangkutan.

Zaini tak ingin daerah yang memiliki potensi ikan tak mendapat manfaat sama sekali. Menurutnya, jika ikan didaratkan di pelabuhan sekitar wilayah penangkapan, roda ekonomi di daerah tersebut akan bergerak.

Pemerintah juga berjanji akan meningkatkan infrastruktur pelabuhan perikanan di wilayah tangkap zona industri tersebut. Ia mengatakan pelabuhan-pelabuhan ini akan memiliki fasilitas utama untuk pendaratan ikan dan juga mengirim produk ikan secara langsung.

"Kita tentukan pelabuhannya, misal ada lima pelabuhan di daerah itu, kita hitung potensi pendaratan di pelabuhan itu masing-masing berapa. Sehingga industri yang berdiri di sana bisa dipastikan akan terpenuhi bahan bakunya," katanya.

Suasana siang menjelang sore di pelabuhan Teluk Baruk, Kecamatan Bunguran Timur, Ranai, Kabupaten Natuna.Suasana siang menjelang sore di pelabuhan Teluk Baruk, Kecamatan Bunguran Timur, Ranai, Kabupaten Natuna. (CNN Indonesia/Hamka Winovan)

Investasi Kapal Besar di Natuna

Zaini melanjutkan pihaknya juga membuka pintu bagi investor yang hendak menangkap ikan di empat zona industri tersebut, termasuk perairan Natuna yang masuk dalam WPPNRI 711.

Namun, pemerintah tetap membatasi jumlah tangkapan ikan di masing-masing wilayah sesuai dengan potensinya. Para investor juga wajib mengikuti aturan main pemerintah.

Untuk di perairan utara Natuna, Zaini akan mengundang investor kapal-kapal besar agar bisa bersaing dengan nelayan dari negara lain, seperti Vietnam yang kerap masuk wilayah ZEE Indonesia. Ia tidak ingin ikan-ikan di Laut Natuna Utara justru tak bisa dimanfaatkan nelayan sendiri.

"Saya akan undang investasi kapal-kapal besar yang akan kita gunakan di daerah-daerah ini (perairan Natuna) sehingga bisa bersaing dengan kapal-kapal Vietnam. Karena kalau kapal-kapal kecil enggak bisa," ujarnya.

Zaini memastikan keberadaan kapal-kapal besar di zona industri, termasuk Natuna, tak akan menggusur nelayan tradisional. Rustam, dan nelayan-nelayan tradisional Natuna tetap bisa mengambil ikan lantaran sudah mendapat kuota sendiri. Tak lagi berebut dengan mereka yang bermodal besar.

Selain itu, kata Zaini, nelayan-nelayan kecil juga bisa ikut di kapal-kapal besar punya investor baru tersebut. Mereka akan mengikuti pelatihan terlebih dahulu agar bisa diterima.

Menurutnya, beberapa investor sudah mengajukan izin menangkap di perairan Natuna dan dipastikan wajib mengikuti aturan yang berlaku. Ia tak ingin terulang insiden nelayan dari luar Natuna tak mematuhi aturan sehingga kerap bersitegang dengan nelayan lokal.  

Zaini mengatakan telah membuat ketentuan baru, yakni kapal besar dari luar Natuna wajib berlayar di atas 30 mil (48 km) dari pulau terluar. Ia berjanji akan menindak kapal-kapal besar yang masih bandel dan mencari ikan di wilayah tangkap nelayan tradisional.

"Dia (kapal-kapal besar) hanya boleh di atas. Kalau ketahuan langsung cabut izinnya. Investor kan mampu, dia seharusnya lebih taat aturan," ujarnya.

Di sisi lain, Zaini menyatakan pihaknya juga akan meningkatkan pengawasan untuk mencegah pelanggaran penangkapan ikan dan takkan ragu memberikan sanksi berupa denda besar. 

Ia bakal bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) serta instansi terkait lain.

"Sehingga nanti dari PNBP bisa memberdayakan nelayan kecil. Jalur itu sudah kita atur sedemikian rupa, supaya yang besar tidak menindas ke yang kecil," katanya.

Infografis Potensi Ekonomi di Perairan Natuna yang Jadi Rebutan RI-ChinaFoto: CNNIndonesia/Basith Subastian
Infografis Potensi Ekonomi di Perairan Natuna yang Jadi Rebutan RI-China

Ditjen PSDKP mencatat terdapat 140 kapal melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF) ditangkap sepanjang Januari hingga September 2021.

Rinciannya 17 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina, 25 kapal berbendera Vietnam, serta 92 kapal berbendera Indonesia. Kapal-kapal berbendera Indonesia ini diamankan karena tak memiliki izin penangkapan di wilayah Natuna.

Bupati Natuna Wan Siswandi mendukung rencana program penangkapan terukur ini. Ia mendorong pemerintah pusat agar memaksimalkan keberadaan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna, di Selat Lampa.

"Jadi pemda maunya ya jalan saja, karena memang itu akan dia (pemda) kelola. Nelayan sini kan bisa jualan di situ, kalau nelayan luar kan bisa jadikan itu tempat pelelangan ikan," kata Siswandi kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

"Jadi nelayan (luar Natuna) enggak bawa pulang, kalau dibawa pun ya ditimbang dulu di tempat pelelangan ikan. Jadi pemda dapat retribusinya. Kalau enggak gitu enggak dapat apa-apa," ujarnya.

(fra)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER