Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menunggu laporan Badan Keamanan Laut (Bakamla) terkait keberadaan kapal riset pemerintah China Hai Yang Di Zhi 10 di Laut Natuna Utara.
Kapal riset China itu diduga berlayar di wilayah perairan Indonesia sejak akhir Agustus sampai September 2021. Kapal tersebut terpantau sempat keluar perairan RI, namun masuk kembali pada 5 Oktober 2021.
"Secara otoritas masalah ini masuk ke ranah Bakamla, sehingga BRIN tidak terlibat. Termasuk apakah kapal tersebut melakukan riset atau tidak. Kami akan menunggu hasil dan laporan dari Bakamla," kata Handoko kepada CNNIndonesia.com, Jumat (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Handoko menyatakan terdapat aturan bagi pihak asing jika hendak melakukan penelitian dan pengembangan di wilayah Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2006.
Dalam PP tersebut, dijelaskan perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang hendak melakukan penelitian dan pengembangan harus mengantongi izin tertulis dari instansi pemerintah yang berwenang. Izin dikeluarkan oleh menteri.
Terdapat sejumlah syarat dalam pengajuan izin ini, seperti rencana kegiatan penelitian dan pengembangan, surat keterangan rekomendasi atau persetujuan dari lembaga penjamin, dan surat keterangan kerjasama dengan mitra kerja dari lembaga penelitian dan pengembangan dan/atau perguruan tinggi di Indonesia.
Menteri bisa menolak ataupun menyetujui permohonan izin penelitian oleh pihak asing dalam waktu 90 hari. Izin penelitian dan pengembangan jika disetujui diberikan untuk jangka waktu setahun dan dapat diperpanjang dua kali berturut-turut.
Saat ditanya, apakah pemerintah China sudah mengajukan izin kepada BRIN terkait aktivitas kapal riset tersebut, Handoko mengaku akan memeriksanya lebih lanjut.
"Saya belum cek ke Direktorat Perizinan di BRIN. Nanti saya tanya," ujarnya.
Sebelumnya, Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso mengungkap kapal riset China, Hai Yang Di zhi 10 berlayar di Laut Natuna Utara. Dari pantauan IOJI melalui Automatic Identification System (AIS) dan satelit Sentinel-2, kapal riset China ini berlayar zig-zag dengan membentuk pola seperti sawah.
Kapal riset itu terdeteksi berada di Laut Natuna Utara pada akhir Agustus hingga akhir September 2021. Setelah sempat keluar wilayah ZEE RI, kapal riset itu kembali terpantau masuk kembali pada 5 Oktober 2021. Kapal itu diduga tengah melakukan penelitian di wilayah RI.
Imam menyebut kapal riset China ini terdeteksi berlayar di sekitar area blok migas D-Alpha, Laut Natuna Utara. Menurutnya, di wilayah tempat kapal China terdeteksi terdapat cadangan gas yang besar.
"Area survei kapal itu adalah area blok migas D Alpha. Mengenai kandungan berapa silahkan klarifikasi ke narasumber yang lebih ahli. Yang jelas secara umum di situ ada cadangan gas yang besar," kata Imam saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/10).
Ia meminta pemerintah bersikap jelas soal aktivitas kapal riset China itu lantaran aktivitas riset kapal asing di ZEE Indonesia merupakan tindakan ilegal apabila dilakukan tanpa izin dari pemerintah Indonesia.
Menurutnya, aktivitas kapal itu juga melanggar hak berdaulat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA seperti yang diatur dalam UNCLOS 1982, khusunya Pasal 56 ayat 1, Pasal 240, 244 dan 246, dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI AL Julius Wijdojono mengatakan kapal riset asal China itu berada di luar yurisdiksi nasional.
"Sudah saya tanya ke Armada I, kapal tersebut di luar yurisdiksi nasional. Belum ada info pelanggaran," kata Julius saat dihubungi beberapa waktu lalu.
(cfd/fra)