Kejanggalan data kematian Covid-19 sepanjang Juni-Juli 2021 tidak hanya terjadi di Kota Surabaya, tapi juga di Kota Malang, Jawa Timur. Satgas setempat kerap melaporkan data nol kasus kematian pada gelombang kedua meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia.
Laporan Satgas Penangan Covid-19 Malang, tanggal nol kasus kematian itu terjadi pada 7, 13, dan 24 Juni. Sementara bulan selanjutnya nol kasus kematian juga ditemukan di tanggal 1, 2, 12, 13, 17, 18, 19, 20 dan 27 Juli 2021.
Pada Juli 2021, Pemerintah Kota Malang melaporkan ada 125 kasus kematian. Tapi berdasarkan dokumen pemulasaraan jenazah, terdapat 699 Jenazah yang dimakamkan dengan protokol kesehatan. Dari jumlah itu, 385 jenazah berstatus positif Covid-19. Artinya, ada 260 kasus kematian yang tak tercatat dan diabaikan oleh pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim jurnalis kolaborasi akhirnya mengkomparasikan tanggal-tanggal kematian yang tercatat 0, dengan dokumen pemulasaraan jenazah. Jika dijumlah, dari tanggal 1, 2, 12, 13, 17, 18, 19, 20 dan 27 Juli, terdapat 236 jenazah yang dimakamkan dengan protokol kesehatan. Sementara 75 di antaranya, berstatus positif Covid-19.
Temuan ini diperkuat dengan konfirmasi beberapa keluarga korban Covid-19 yang menyebut bahwa anggota keluarga mereka, meninggal di tanggal-tanggal nihil kematian Covid-19 tersebut.
Salah satunya adalah kabar meninggalnya seorang pensiunan TNI Angkatan Udara, Suparno. Ia dilaporkan meninggal pada 2 Juli 2021 lalu. Cucu pertama Suparno, Tabing Kautsar (15) mengaku kecewa mengapa kematian kakeknya itu tak dicatat dalam data resmi yang dirilis pemerintah.
Apalagi, dua pekan setelahnya, paman Tabing, Sujatno juga meninggal dunia, tepatnya pada 13 Juli 2021. Kematian dua anggota keluarganya ini makin membuatnya tertegun, bagaimana bisa Pemerintah Kota Malang justru merilis nihil kasus kematian di dua tanggal tersebut.
"Kenapa kok kematian keluarga saya enggak dianggap begitu, ya? Kenapa enggak dicatat sebagai korban Covid-19. Jelas-jelas sudah terkonfirmasi positif sampai meninggal dan keduanya juga sempat dirawat di rumah sakit," tanya Tabing, penuh kecewa.
Tabing mengatakan hal itu bermula pada 20 Juni lalu, saat pamannya, Sujatno, merasa tak enak badan, setelah berkontak dengan penjual sayur keliling di kampung mereka tinggal. Biasanya, saat merasa sakit, Sujatno bisa segera segar setelah dipijit, tapi hari itu ada yang berbeda dari kondisi pamannya.
Setelah Sujatno mengalami gejala, sang kakek, Suparno pun menyusul mengalami hal serupa. Keluarga Tabing pun segera menghubungi ambulans untuk mencari rumah sakit di Kota Malang. Sejumlah rumah sakit mereka datangi, tapi ruang perawatan tak kunjung mereka dapatkan.
Hingga akhirnya, mereka mendapatkan kabar bahwa RSUD dr Saiful Anwar, Malang, memiliki ruang perawatan. Namun setelah beberapa hari dirawat sang Suparno dinyatakan berpulang. Dan Sujatno menyusul dua pekan setelahnya.
"Apalagi waktu itu, kami satu rumah juga positif. Jadi bebannya double. Berusaha sembuh, tapi juga down ketika tahu keluarga meninggal," ucap Tabing.
Tabing begitu terpukul. Apalagi, ia mengaku selama ini sangat dekat dengan Suparno. Keduanya memiliki ikatan, bukan hanya sebagai cucu dan kakek, tapi juga sebagai teman berbagi cerita dan berkeluh kesah.
![]() |
Kesedihan Tabing dan keluarga menjadi berkali-kali lipat ketika mengetahui bahwa kematian sang kakek dan pamannya, ternyata tak dicatat Pemkot Malang. Mereka terpukul sekaligus kecewa.
"Saya sangat terpukul, apalagi kalau sama mbah soalnya saya deket banget, sama pakde juga guyon-guyon (bercanda), kalau begini rumah jadi sepi," kenangnya.
Tabing pun meminta agar Pemkot Malang jujur dan transparan akan data kematian Covid-19. Sebab ia khawatir, kondisi pandemi ini akan makin parah ke depannya.
"Saya khawatir [pandemi] semakin parah. Buat pemerintah kota Malang, lebih baik jujurlah. Enggak perlu ditutup-tutupi," kata Tabing.
Tak hanya Tabing, hari-hari di bulan Juli juga menjadi masa paling berat bagi salah seorang warga Blimbing, Kota Malang, Hayyu Dwi Cahyani. Hayyu harus kehilangan kedua orang tuanya.
Ayah Hayyu, Nur Hidayat, dinyatakan meninggal dunia karena infeksi Covid-19 di Rumah Sakit Hermina Tangkubanprahu, Kota Malang pada 13 Juli 2013. Dua hari setelahnya ibu Hayuu, menyusul pergi untuk selama-lamanya.
"Tanggal 7 [Juli], Ayah diantar ke RS Hermina, Malang. Kondisinya masih segar, dan bisa jalan sendiri. Tidak lemas. Masuk pada tanggal 13, pada subuh, ayah dikabarkan kritis. Terus 06.30 WIB, ayah sudah meninggal," ujar Hayyu.
Kesedihan Hayyu bertambah ketika mengetahui, bahwa kematian ayahnya ternyata tak dicatat dalam data kematian Covid-19 yang dirilis Pemkot Malang.
![]() |
*Laporan ini adalah hasil kolaborasi beberapa jurnalis Surabaya (Miftah Faridl Koresponden CNN Indonesia TV, Reno Surya Jurnalis Project Multatuli, Farid Rahman Jurnalis CNNIndonesia.com, Ardiansyah Fajar reporter IDN Times dan Rangga Prasetya penulis Volkpop)
(frd/pmg)