Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan kewajiban tes PCR dalam syarat penerbangan diterapkan karena sulit menjaga jarak di pesawat. Kebijakan itu juga untuk mencegah penularan virus corona (Covid-19) di antara penumpang pesawat.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir berkata saat ini mobilitas masyarakat sudah mulai tinggi. Menurutnya, kapasitas pesawat dalam setiap penerbangan pun hampir penuh.
"Artinya, memang pelaksanaan physical distancing di atas pesawat sukar dilaksanakan," kata Kadir dalam jumpa pers daring, Rabu (27/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kadir menyebut tes PCR diwajibkan agar setiap penumpang pesawat benar-benar negatif Covid-19. Dengan begitu, potensi penularan Covid-19 dapat ditekan.
Menurutnya, terlalu berisiko untuk menghapus kewajiban tes PCR. Kadir beralasan seluruh penumpang bisa tertular jika ada satu saja penumpang positif Covid-19 yang tidak terdeteksi.
"Seandainya tanpa PCR dan lolos di atas pesawat terbang, tentunya semua penumpang dalam pesawat itu termasuk dalam probable atau suspect. Dengan demikian, semua yang di pesawat itu harus dikarantina," ujarnya.
Kadir menambahkan kewajiban mencegah penularan Covid-19 bukan hanya tugas pemerintah. Ia berharap pihak swasta juga membantu upaya pencegahan penularan virus Corona, khususnya dalam penerbangan.
Sebelumnya, aturan wajib tes PCR untuk penumpang pesawat menuai protes. Sejumlah elemen masyarakat mengeluhkan harga tes yang mahal. Selain itu, hasil tes hanya berlaku 1x24 jam.
Merespons hal itu, Presiden Jokowi memerintahkan penurunan harga tes PCR. Kemenkes pun menetapkan tarif tertinggi tes PCR di Jawa-Bali Rp275 ribu, sedangkan di provinsi lainnya Rp300 ribu.