Sekjen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Hardianto Harefa mengklaim anggaran rapat kerja organisasi dan tata kelola (Ortaka) di Hotel Sheraton Mustika, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 27-29 Oktober 2021 menyesuaikan Standar Biaya Umum (SBU) kewilayahan.
"Sesuai SBU. SBU di Jogja itu kan antara Rp700 ribu sampai Rp1 juta (per orang), kira-kira paket meeting-nya kan segitu. Kita sudah ikutin itu," kata Cahya saat ditemui di Warung Kopi Klotok, Pakem, Sleman, Kamis (29/10).
Harga satu paket itu, lanjut Cahya, kemudian dikalikan total peserta rapat kerja kali ini. Hanya saja ketika diminta merinci berapa jumlah partisipan kegiatan ini, penjelasan Cahya keburu disela Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi gini aja, saya kan periode sebelumnya. Yang sering ditanyakan kenapa sekarang KPK mengadakan (rapat kerja), apakah sebelumnya juga dilakukan," sela Alex.
Dia mengatakan rapat kali ini dimaksudkan agar setiap biro, direktorat, maupun kedeputian tidak berjalan sendiri-sendiri. Semua disatukan ke dalam rapat kerja berlingkup organisasi yang lebih luas.
"Dulu itu disebutnya malah bukan organisasi. Setiap satuan kerja, biro, direktorat itu malah ngadain sendiri-sendiri," sambungnya.
Selain itu, menurut dia, anggaran bisa lebih dimampatkan menyusul tarif hotel bintang 3 hingga 5 yang saat ini juga terdampak pandemi Covid-19. Dia mengklaim pembiayaan rapat kerja kali ini telah direncanakan sejak jauh-jauh hari, tanpa melebihi plafon anggaran, apalagi mengganggu bujet operasional kegiatan inti KPK lainnya.
"Kalau dilihat dari biayanya ya secara keseluruhan pasti lebih hemat," klaim Alex.
Belum selesai pertanyaan awak media kepada Alex tentang total peserta rapat kali ini, Ketua KPK Firli Bahuri menimpali.
"Yang hadir itu kita semua 55 orang (pejabat struktural)," sahut Firli.
Sebelumnya, kritik mengalir deras lantaran penyelenggaraan rapat kerja KPK selama 27-29 Oktober 2021 di Sleman, DIY, itu dianggap terlalu mewah dan diwarnai kegiatan tak esensial.
Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan juga menilai rapat kerja di luar kota pada masa pandemi Covid-19 menunjukkan ketidakpekaan pimpinan lembaga antirasuah itu dalam menggunakan anggaran negara. Terlebih, lanjut dia, di Gedung KPK sebenarnya banyak ruangan yang cukup luas untuk mengadakan rapat.
Senada, mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye KPK Giri Suprapdiono menyebut negara sampai harus berutang demi membiayai gaya hidup mewah pimpinan dan pejabat KPK era Firli Bahuri ini. Mulai dari menginap di hotel bintang 5, nyanyi dan ngopi bareng, bayar komika sembari kongkow santai, hingga bersepeda santai.
(kum/pmg)