Koalisi Desak Kemenkes Transparan soal Harga Komponen PCR

CNN Indonesia
Senin, 01 Nov 2021 15:06 WIB
Koalisi Masyarakat sipil mendesak pemerintah tak mengakomodasi kepentingan bisnis tertentu melalui kebijakan di tengah pandemi Covid-19.
Ilustrasi tes swab PCR. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan mendesak agar pemerintah membuka informasi seluas-luasnya perihal besaran harga komponen dalam pemeriksaan screening virus corona (Covid-19) Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) di Indonesia.

Koalisi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, LaporCovid-19, Lokataru, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini juga mendesak agar pemerintah tidak mengakomodasi kepentingan bisnis tertentu melalui kebijakan di tengah pandemi covid-19.

"Kementerian Kesehatan harus membuka informasi mengenai komponen pembentuk tarif pemeriksaan PCR beserta dengan besaran persentasenya," kata Koalisi dikutip dari situs resmi LaporCovid-19, Senin (1/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi juga menilai penurunan tarif pemeriksaan PCR yang diputuskan pemerintah lalu masih belum mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas. Kebijakan tersebut menurut mereka diduga hanya untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat wajib untuk seluruh moda transportasi.

Koalisi kemudian menyoroti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tidak pernah menyampaikan informasi apapun perihal jenis komponen dan besarannya.

Berdasarkan informasi yang dimiliki Koalisi, sejak Oktober 2020 lalu, harga reagen PCR hanya sebesar Rp180 ribu. Sehingga saat pemerintah menetapkan tarif PCR Rp 900 ribu, maka komponen harga reagen PCR hanya 20 persen.

Selain itu komponen harga lainnya tidak dibuka secara transparan sehingga penurunan harga menjadi Rp 900 ribu juga tidak memiliki landasan yang jelas. Begitu pula dengan penurunan harga PCR menjadi Rp 350.000 juga tidak dilandaskan keterbukaan informasi.

"Sehingga keputusan kebijakan dapat diambil berdasarkan kepentingan kelompok tertentu. Artinya sejak Oktober 2020 Pemerintah diduga mengakomodir sejumlah kepentingan kelompok tertentu," jelas koalisi.

Dari seluruh rangkaian perubahan tarif pemeriksaan PCR, Koalisi mencatat setidaknya ada lebih dari Rp23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut. Mereka menghitung, total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih.

Melihat temuan itu, Koalisi lantas meminta pemerintah untuk menggratiskan layanan pemeriksaan PCR di Indonesia lantaran serapan anggaran penanganan covid-19 masih belum maksimal.

Koalisi mencatat, untuk anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan tahun 2020, realisasi penggunaan anggaran untuk bidang kesehatan hanya 63,6 persen dari Rp 99,5 triliun. Pun dengan 2021, per 15 Oktober diketahui dari Rp193,9 triliun alokasi anggaran penanganan covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen.

"Dari kondisi tersebut sebenarnya Pemerintah masih memiliki sumber daya untuk memberikan akses layanan pemeriksaan PCR secara gratis kepada masyarakat," lanjut koalisi.

Kejar Target Masa Kedaluwarsa

Lebih lanjut, Koalisi juga menduga penurunan tarif PCR belakangan ini terjadi seiring dengan sejumlah barang yang telah dibeli, baik oleh pemerintah/perusahaan yang kemudian akan memasuki masa kedaluwarsa.

Koalisi juga menduga, pemerintah sedang membantu penyedia jasa untuk menghabiskan salah satu komponen yakni reagen PCR. Sebab, kondisi tersebut menurut mereka pernah ditemukan ICW saat melakukan investigasi bersama dengan Klub Jurnalis Investigasi.

Sebagai informasi, Kemenkes per 27 Oktober 2021 telah menetapkan tarif tertinggi tes RT PCR pada harga Rp275 ribu untuk daerah di Jawa-Bali, dan Rp300 untuk daerah luar Jawa-Bali.

Penurunan tarif tertinggi itu terhitung merupakan perubahan tarif ketiga. Kemenkes pada 16 Agustus lalu menetapkan tarif tertinggi tes RT PCR pada harga Rp495 ribu untuk daerah di Jawa-Bali, dan Rp525 ribu untuk daerah luar Jawa-Bali. Semula, per 5 Oktober pemerintah menetapkan batasan tarif tes PCR adalah Rp900 ribu.

Penurunan tarif itu mendapat respons dari berbagai kalangan. Sejumlah orang, termasuk relawan Presiden RI Joko Widodo, yang menuding ada permainan mafia dalam penetapan tarif tertinggi tes PCR di Indonesia.

"Ada mafia-mafia seperti itu tidak benar, jadi jangan tendensius ya. Kita semua sekarang sudah jamannya terbuka, pada awal 2021 dulu boleh cek harga reagen bisa dicari pasarannya. Jadi emang tinggi 2020, dan 2021 sudah mulai produksi ya turun harganya ya," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaykata saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (28/10).

(khr/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER