Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa hubungan seksual tanpa pernikahan dinyatakan ilegal meski atas dasar suka sama suka karena bertentangan dengan norma yang berlaku.
Hal itu ia sampaikan merespons Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dalam aturan itu, terdapat frasa "tanpa persetujuan korban" yang dianggap mengandung makna persetujuan seksual atau sexual consent.
"Misalnya soal hubungan seksual suka sama suka, tetapi kalau dia tidak dibingkai dengan perkawinan yang sah maka sungguh pun suka sama suka itu tidak diperkenankan. Itu statusnya ilegal. Maka melegalkan suatu yang ilegal itu perbuatan yang enggak berbudaya," kata Asrorun kepada wartawan di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Asrorun menekankan bahwa aturan pencegahan kekerasan seksual sangat dibutuhkan bagi perguruan tinggi. Menurutnya, aturan itu dibutuhkan untuk mencegah aktivitas yang dapat merendahkan derajat kemuliaan manusia.
Ia turut mempertanyakan makna kejahatan seksual dan mekanisme pencegahannya dalam aturan tersebut. Sebab, ia menilai norma agama dan norma kebiasaan masyarakat seharusnya tak bisa dilepaskan satu sama lain.
"Karenanya seluruh aturan harus didesain dalam kerangka tujuan mulia pendidikan itu dan tidak boleh ada satu pun aturan yang mendegradasi kemuliaan manusia," kata dia.
Melihat hal demikian, Asrorun, menekankan pentingnya memuat peraturan di dunia pendidikan yang sesuai dengan norma yang berlaku.
"Proses pendidikan itu bagian dari proses untuk mewujudkan masyarakat yg berbudaya dan beradab. Maka seluruh aturan harus didesain dalam kerangka keadaban dan kebudayaan," kata Asrorun.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 pada 31 Agustus 2021. Aturan ini lantas menuai kontroversi karena beberapa pihak memprotes aturan tersebut.
Kritik datang dari Ormas Muhammadiyah yang menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bisa bermakna legalisasi seks bebas di kampus. Kemendikbudristek sendiri sudah mengklarifikasi tudingan tersebut bahwa bukan untuk legalisasi seks bebas.
(rzr/ain)