Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan bahwa semua kategori di Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi hanya fokus pada satu isu, tak melebar ke hal lain.
"Permen ini mengacu pada satu isu untuk mencegah kekerasan seksual, hanya kekerasan seksual," dalam diskusi Merdeka Belajar episode 14 'Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual' yang berlangsung virtual, Jumat (12/11).
Lebih lanjut, Nadiem menjelaskan definisi kekerasan seksual yang tertuang dalam Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan atau menyerang tubuh, dan atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau fisik termasuk mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
Nadiem mengatakan definisi itu sangat penting diperjelas, karena Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi hanya menyasar kekerasan seksual.
"Ada banyak sekali isu di luar permen ini yang tidak menyasar atau tidak masuk kategori kekerasan seksual. Permen ini tugasnya hanya satu mendefinisikan kekerasan seksual dan memberikan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual," ujarnya.
Mantan CEO Go-Jek ini menambahkan, fokus daripada Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi adalah korban.
"Ini mohon dimengerti bagi banyak masyarakat, kita melihat ini semua daripada perspektif korban. Jadi kalau kita sedang merancang peraturan, kita merancang beberapa aktivitas-aktivitas, perilaku yang dalam definisi kekerasan seksual yang bisa dialami korban tersebut," ujarnya.
Nadiem mengatakan pihaknya menyusun Permen tersebut dengan mengacu pada standar nasional dan internasional.
Menurutnya, standar nasional kategori kekerasan seksual di Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi mengacu pada Komnas Perempuan. Sedangkan standar internasional mengacu pada Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Semua kategorisasi ini kita tidak ciptakan kategorisasi sendiri. Kita mengacu standar nasional, acuan Komnas Perempuan, dan juga standar internasional, standar best practice dari UNICEF dan WHO," kata Nadiem
Ia menerangkan, inovasi terbesar dalam Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi ialah menjelaskan permutasi dari kekerasan seksual mulai dari yang bersifat fisik, non fisik, verbal, hingga melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Menurutnya, kekerasan seksual yang dilakukan secara online sering dianggap sepele, padahal bisa memiliki dampak psikologis yang lebih parah dari kekerasan fisik.
Sebagai informasi, Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai kontroversi karena beberapa pihak memprotes aturan tersebut.
Salah satu kader Muhammadiyah dan sejumlah ormas menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.
Penolakan juga datang dari pihak yang menamakan diri Majelis Ormas Islam yang meminta agar Permendikbud tersebut dicabut karena secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaan. Nadiem pun didesak mencabut Permendikbud tersebut. Kemendikbudristek sendiri telah membantah keras penafsiran tersebut.