Buat Permendikbud, Nadiem Sebut Kekerasan Seksual Masuk Fase Pandemi

CNN Indonesia
Jumat, 12 Nov 2021 19:02 WIB
Nadiem Makarim menyebut kasus kekerasan seksual dalam kondisi gawat darurat, bagaikan pandemi. Ini jadi salah satu alasan penerbitan Permendikbud 30/2021.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menyebut kasus kekerasan seksual dalam kondisi gawat darurat, bagaikan pandemi. Ini jadi salah satu alasan penerbitan Permendikbud 30/2021. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyebut kasus kekerasan seksual saat ini dalam kondisi gawat darurat, bagaikan pandemi.

Menurutnya, hal ini menjadi salah satu alasannya menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentangPencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Saat ini terjadi situasi darurat, bisa dibilang situasi gawat darurat, di mana kita bukan hanya mengalami pandemi Covid-19, tapi juga ada pandemi kekerasan seksual dilihat dari data apapun," kata Nadiem dalam diskusi Merdeka Belajar episode 14 'Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual' yang berlangsung virtual, Jumat (12/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nadiem membeberkan, berdasarkan data Komnas Perempuan, sebanyak 27 persen kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan pada 2015 hingga 2020 terjadi di perguruan tinggi.

Berdasarkan survei Kemendikbudristek pada 2020, lanjutnya, sebanyak 77 persen dosen menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di perguruan tinggi, di mana 63 persen di antaranya memilih tidak membuat laporan.

Nadiem berkata, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi sudah seperti fenomena gunung es dan terjadi hampir di seluruh kampus di Indonesia.

"Itulah alasannya kita sudah mengambil posisi sebagai pemerintah untuk melindungi mahasiswa-mahasiswa, dosen-dosen, dan tenaga pendidik kita dari kekerasan seksual," katanya.

Lebih lanjut, Nadiem berkata, semangat Permendikbud PPKS di lingkungan perguruan tinggi adalah memberdayakan kampus dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melalui pembentukan satuan tugas (satgas).

Menurutnya, satgas kekerasan seksual di kampus nantinya harus beranggotakan mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik demi memastikan semua civitas akademika aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Untuk sementara waktu, lanjutnya, pihaknya membuat platform Lapor untuk menerima aduan seputar kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Dalam merespons setiap laporan, menurutnya, pihaknya akan memberikan rekomendasi kepada perguruan tinggi terkait langkah-langkah yang perlu dilakukan sesuai yang tertuang dalam Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Untuk antisipasi kekerasan seksual di masa tenggang, Kemendikburistek menyiapkan mekanisme internal melalui platform Lapor," ujar Nadiem.

Diketahui, fase pandemi merupakan kondisi suatu penyakit tersebar luas di semua wilayah secara merata.

Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai kontroversi karena beberapa pihak memprotes aturan tersebut.

Kritik datang dari Muhammadiyah yang menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil maupun materiil.Salah satunya, karena terdapat pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Penolakan juga datang dari Majelis Ormas Islam yang meminta agar Permendikbud tersebut dicabut dengan alasan yang sama.

Kemendikbudristek sendiri telah membantah keras penafsiran tersebut. Nadiem berkata, Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi sudah disusun dengan mengacu pada standar nasional dan internasional.

Menurutnya, standar nasional kategori kekerasan seksual di Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi mengacu pada Komnas Perempuan. Sedangkan standar internasional mengacu pada Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

(mts/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER