Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, memaparkan kondisi pemberantasan korupsi sejak 2019 hingga hari ini semakin suram. Menurutnya, sejak revisi UU KPK disahkan, tidak ada perbaikan apapun yang dilakukan oleh pemerintah baik dari eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Bahkan, Firli secara gamblang menunjukkan sikap yang tidak mendukung pemberantasan korupsi.
"Apalagi ditambah dengan kontroversinya KPK, penindakannya semakin mengendur dan tidak lagi dipercaya oleh masyarakat. Maka pemberantasan korupsi sedang berada di titik nadir," tutur Kurnia pada CNNIndonesia.com, Rabu (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Revisi UU tersebut, menurut Kurnia, menyebabkan KPK yang awalnya berada di jalur cepat, kembali lagi ke jalur lambat.
Lebih jauh, menurutnya, akan sangat sulit untuk membuktikan Firli berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Sebab, sejauh ini keputusan-kebijakan yang diambil Firli sudah membuat kepercayaan publik terhadap KPK terjerembab. Puncaknya, ketidakberpihakan Firli saat pemberhentian 57 pegawai KPK melalui TWK.
"Jadi ke depan, tidak mungkin ada perbaikan yang mendasar di KPK. Setidaknya, sampai nanti proses pemilihan KPK yang baru," ujarnya.
Kurnia beranggapan kondisi ini diperparah dengan komisioner KPK yang terus bermasalah. Tidak hanya Firli yang melanggar Kode Etik, namun juga pimpinan KPK Lili Pintauli yang terbukti memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi.
Dewas KPK menghukum Lili dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Menurut Kurnia, Dewas tidak memberikan hukuman yang tegas terhadap pimpinan KPK bermasalah.
"Di bawah kekuasaan eksekutif, presiden bisa menegur pimpinan KPK yang sangat sering menghasilkan kontroversi ketimbang menunjukkan prestasi," ujar Kurnia.
Tidak hanya revisi UU KPK dan masuknya komisioner bermasalah, tetapi menurunnya jumlah OTT dan penanganan perkara besar yang mandek mengakibatkan kepercayaan publik menurun.
Kurnia memberikan contoh penanganan kasus korupsi Bansos yang seperti berhenti begitu saja setelah Juliari Batubara divonis penjara.
"Sejumlah permasalahan itu menjadikan masyarakat tidak lagi percaya kepada kerja-kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK," tambahnya.
![]() |
Terpisah, di sisi lain, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menegaskan penindakan merupakan model pencegahan korupsi terbaik.
Hal itu disampaikan Nawawi dengan menyinggung trisula pemberantasan korupsi yang acap kali disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri, yakni pendidikan antikorupsi, pencegahan, dan penindakan.
"Yang terpenting bagi KPK sebenarnya dari trisula itu tetap adalah penindakan. Saya orang yang terus mengatakan bahwa bagi saya penindakan itu adalah model pencegahan terbaik dari Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Nawawi dalam agenda daring 'Seminar Nasional Sertifikasi & Penyelamatan Aset BUMN dan Daerah', Selasa (7/12).