Staf Penanganan Kasus LBH Masyarakat, Ma'ruf Banjammal mengatakan tak jelasnya aturan yang mendefinisikan hal memberatkan atau meringankan itu membuat besarnya subjektivitas hakim dalam menjatuhkan vonis. Oleh karena itu, sambungnya, bisa saja hakim sesuka hatinya mencari alasan pertimbangan meringankan dan memberatkan.
Oleh karena itu, ia tak memungkiri bahwa proses itu menjadi celah rawannya dugaan perilaku transaksional di dalam lembaga peradilan. Sehingga, sambungnya, membutuhkan formula yang pasti untuk mengukur sampai sejauh apa perbuatan yang dapat meringankan atau memperberat hukuman.
"Iya pasti. Pasti itu jadi celah. Kembali lagi, karena aturan ga jelas, formula ga jelas. Itu jadi pertimbangan subjektif hakim. Karena ini jatuhnya subjektif hakim. Bila hakim tak punya kepekaan terhadap rasa keadilan, sehingga muncul keputusan seperti Rachel Vennya dan Juliari," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ma'ruf menilai tak adil bila hakim memberikan pertimbangan meringankan kepada terdakwa dengan alasan sopan di persidangan.
Tapi di satu sisi, sambung Ma'ruf, hakim itu seolah melupakan atau mengabaikan dampak lain dari perbuatan yang dilakukan terdakwa justru merugikan banyak pihak. Terlebih lagi, lanjut Ma'ruf, kasus tersebut menjadi perhatian dan telah melukai keadilan bagi publik secara luas.
"Itu yang menurut saya hakim ketika menjatuhkan putusan atau memutuskan alasan meringankan hakim tak melecehkan dan tak melukai batin publik. Ketika itu dilakukan, berkaca pada kasus Rachel Vennya, pasti jadi pertanyaan besar bagi masyarakat. 'Hakim kok jadi sesuka hatinya?' Nah ini jadi problematis," kata dia.
Melihat hal demikian, Ma'ruf menilai perlunya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar subjektivitas hakim tak menuai polemik saat memberikan pertimbangan meringankan. Revisi aturan itu, kata dia, dapat berisikan formula perbuatan apa saja yang jadi alasan meringankan dan memberatkan.
"Formulasi itu harus melihat rasa keadilan. Indikatornya juga harus jelas. Sehingga tak jadi menimbulkan polemik berkepanjangan. Sehingga hukum jadi adil," kata dia.
Lihat Juga : |
Dihubungi terpisah, Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan lembaganya tidak bisa mengomentari substansi putusan. Namun, ia mengatakan berperilaku sopan lazim sekali ditemukan dalam bahkan hampir setiap putusan hakim sebagai alasan yang meringankan.
Ia menilai, terjadi kesalahan pemaknaan di masyarakat antara pertimbangan dan vonis hakim dengan alasan yang meringankan. Alasan yang meringankan, kata dia, bukan dasar pemidanaan. Dasar pemidanaan adalah terbukti atau tidaknya suatu perbuatan pidana berdasarkan kecukupan alat bukti sehingga berkaitan dengan vonis.
"Alasan yang meringankan berkaitan dengan pertimbangan kebijaksanaan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan," kata Miko, Selasa.
(rzr/kid)