Surabaya, CNN Indonesia --
Anak seorang kiai di Jombang, Jawa Timur, MSAT mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolda Jawa Timur (Jatim) atas penetapan status tersangka kasus dugaan pencabulan santriwati.
MSAT menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tak sah. Ia pun menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.
Saat ini sidang praperadilan tersebut masih bergulir. Selama dua hari sidang, delapan saksi telah diperiksa oleh hakim Martin Ginting. Mereka terdiri dari saksi kejadian serta saksi ahli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuasa hukum MSAT Setijo Boesno mengatakan status tersangka kliennya bisa dibatalkan karena beberapa faktor. Pertama, berkas perkara yang dilimpahkan Polda Jatim ke Kejaksaan Tinggi Jatim dikembalikan atau P19.
Kemudian, kata Setijo, mengklaim bukti-bukti yang dilampirkan dalam perkara ini juga tidak cukup untuk membuktikan MSAT melakukan pencabulan.
"Dari bukti surat terbukti yang kami dalilkan itu tidak dicantumkan oleh termohon [Polda Jatim] dan diakui ada kesalahan P19 berulang [oleh kejaksaan] sebabnya memang ada belum pemenuhan dua alat bukti," ujar Setijo di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (15/12).
Dalam persidangan, ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prija Djatmika, yang didatangkan MSAT menilai bahwa perkara tersebut tak bisa dilanjutkan.
Menurutnya, merujuk Peraturan Bersama Jaksa Agung, Kapolri, Ketua Mahkamah Agung dan Menkumham pada tanggal 4 Mei 2010, berkas perkara yang tiga kali dikembalikan, maka kasus tersebut tak bisa dilanjutkan.
"Apabila sudah tiga kali dikembalikan tapi penyidik tidak mengikuti sesuai petunjuk maka perkara dinyatakan tidak layak atau tidak dapat dilanjutkan," kata Prija saat persidangan, Selasa (14/12) kemarin.
Tak hanya itu, Prija menilai hasil visum korban juga tidak lengkap. Menurutnya, dalam konteks kasus pemerkosaan, visum harus disertai hasil temuan sperma pelaku.
Namun, kata Prija, jika tak ada bukti tersebut, terduga pelaku tak bisa dijadikan sebagai tersangka. Menurutnya, keterangan saksi tak cukup dijadikan dasar menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Jadi pada kasus pemerkosaan, mutlak harus disertakan saksi otentik seperti sperma. Sehingga dapat diketahui pelakunya, kalau hanya visum itu kurang otentik," ujarnya.
Di sisi lain, ahli hukum yang didatangkan oleh termohon, Ahmad Sofian mengatakan pengembalian berkas perkara oleh Kejati Jatim ke Polda Jatim semestinya tidak terjadi. Ia mempertanyakan jaksa yang tiga kali mengembalikan ke polisi.
Sofian menekankan jaksa bertugas untuk mengecek kelengkapan dari berkas perkara. Menurutnya, materi pokok perkara kasus dugaan pencabulan ini seluruhnya bisa dibuktikan di persidangan.
"Hakim itu kan memutus perkara pidana berdasar dua alat bukti dan ditambah keyakinan, itu [yang tercantum dalam Pasal] 183 KUHAP," kata Sofian.
Sofian menilai jaksa sebenarnya bisa langsung melimpahkan kasus ke pengadilan jika kuantitas dua alat bukti telah terpenuhi. Sementara kualitas alat bukti bisa diuji sebagai fakta persidangan.
"Penyidik sudah menyiapkan 5 saksi, dua ahli, ada visum, kenapa jaksanya enggak berani? Jadi ada soal kondisi psikologis jaksa juga. Jadi kalau sudah dilimpahkan, sudah selesai. Jadi tersangka itu tidak terkatung-katung, diuji saja di pengadilan," ujarnya.
Sementara jaksa yang memeriksa berkas perkara kasus ini, Rista mengatakan pihaknya terpaksa berulang kali mengembalikan berkas karena bukti yang belum lengkap. Ia merasa bertanggung jawab atas kematangan kasus sebelum akhirnya disidangkan.
"Kami meneliti berdasarkan BAP saksi-saksi terutama saksi M. Bagaimana saksi M [salah satu saksi] memberikan keterangan, tapi dari saksi M saya minta diuji kebenarannya. Ternyata saksi yang diperiksa itu nilainya nol [belum lengkap]. Makanya kami kembalikan dan kita cari nilai kebenarannya," kata Rista.
MSAT merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah pengurus sekaligus anak dari kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah Jombang.
Pada Oktober 2019 lalu, MSAT dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Korban merupakan salah satu santri atau anak didik MSAT di pesantren.
Selama disidik oleh Polres Jombang, MSAT diketahui tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian ia ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.
Kasus tersebut kemudian ditarik oleh Polda Jatim. Namun, polisi belum juga bisa menahan MSAT. Upaya jemput paksa sempat dihalang-halangi oleh jemaah pesantren setempat. Sampai akhirnya, MSAT mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya.