Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah pihak mendesak penghapusan ambang batas presiden atau presidential treshold (PT) 20 persen. Sementara, partai politik cenderung ingin mempertahankannya dengan alasan konsolidasi pemerintah dan penghargaan atas 'keringat' saat pemilu.
Gelombang dukungan itu muncul bersamaan dengan tiga permohonan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur soal presidential treshold ke Mahkamah Konstitusi.
Tiga gugatan, masing-masing dilayangkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono; dua anggota DPD asal Aceh dan Lampung, Fachrul Razi dan Bustami Zainudin; lalu mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Ketiganya menggandeng tim kuasa hukum yang sama, ahli hukum tata negara Refly Harun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, UU Pemilu mensyaratkan bahwa pasangan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden hanya bisa diusung oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah secara nasional pada Pileg sebelumnya.
"Pembatasan yang dilakukan presidential threshold tidak reasonable, tidak dimaksudkan demi menjaga ketertiban masyarakat dan sebagainya yang tercantum dalam pasal 28J [UUD 1945]," kata Refly, Rabu (15/12).
Di luar itu, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut PT 20 persen memicu ongkos politik yang mahal yang bisa berujung pada korupsi.
"Presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi," kata dia, saat bertemu pimpinan DPD pada Selasa (14/12).
Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan penghapusan presidential threshold yang tak diatur dalam UUD 1945 ini akan menghapus polarisasi atau keterbelahan masyarakat.
"Tidak ada presidential candidacy threshold di konstitusi kita. Nol!" cetusnya, Selasa (14/12).
"Bangunan konstitusi mensyaratkan terbukanya pasangan calon. Kemudian, agar kemudian tidak terjadi polarisasi, ketajaman," lanjutnya.
Jika ketentuan itu dihapus, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut semua partai politik bisa mencalonkan presiden.
"Seluruh peserta pemilu punya ruang pada Pemilu 2024 untuk bisa menominasikan pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata dia, Rabu (15/12).
Meski demikian, Titi menyebut kemungkinan setiap parpol punya calon presiden masing-masing agak kecil lantaran merea tetap menghitung kans kemenangan.
"Mereka pasti tetap akan memperhitungkan ruang-ruang membangun koalisi pencalonan, terutama kalau menganggap ada calon potensial yang punya keterpilihan tinggi," ujarnya.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Menanggapi gelombang dukungan penghapusan presidential treshold ini, partai-partai yang ada di DPR punya pendapat beragam.
Empat partai yang masuk koalisi pendukung pemerintah, PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, dan PPP, menolaknya. Lima partai sisanya mengaku mendukung desakan untuk menghapus atau menurunkan ambang batas 20 persen itu.
Politikus PDIP Masinton Pasaribu menyebut ucapan Firli soal PT itu, "Offside itu sudah keluar jalur". Pasalnya, kata dia, presidential threshold merupakan produk politik dan itu diatur dalam UU Pemilu.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin menyebut penghapusan presidential treshold hanya akan menjadi euforia dan sia-sia karena tak efektif pada jalannya sistem pemerintahan.
"Karena tidak semata-mata cukup popularitas, tapi juga baru mempunyai jaringan sampai ke bawah dan parpol itu menjadi penanggung jawab dari capres yang diusulkannya," kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menyebut wacana penghapusan PT tak relevan, "Artinya posisi itu tidak lagi menjadi bahan diskusi oleh partai-partai politik".
Sekretaris Fraksi PPP di DPR Achmad Baidowi mengatakan ambang batas pencalonan presiden itu merupakan "bentuk insentif" kepada parpol yang sudah berjuang di pemilu sekaligus mencegah kebijakan pemerintah terpilih tak mendapat dukungan di parlemen.
"Jangan sampai presdien terpilih nntinya tidak dapat dukungan di parlemen sehingga akan menghambat kebijakan yang dibuatnya," kata dia.
Di pihak lain, Partai Demokrat menyebut ambang batas 20 persen menyumbat keran demokrasi dan menutup peluang bagi calon-calon pemimpin potensial.
"Persaingan sehat dalam demokrasi elektoral harus dijaga untuk dapat menjaga kualitas demokrasi itu sendiri dan tentu untuk menghasilkan pemimpin yang amanah," kata Ketua Fraksi Demokrat di MPR, Benny K Harman, Rabu (15/12).
Senada, Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan sejak awal partainya mendukung penghapusan syarat pencalonan presiden itu karena sistem itu menjadi "pembajak sistem demokrasi dan menjadi akar lahirnya oligarki".
"PAN setuju presidential threshold 0 persen. Bahkan sejak pembahasan RUU Pemilu [sekarang UU Nomor 7 tahun 2017], di mana saya ikut sebagai anggota Pansus RUU Pemilu, sikap PAN sudah jelas, PT 0 persen," kata dia, Rabu (15/12).
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu mendorong penurunan PT hanya menjadi 10 persen.
"Mudah-mudah keterbelahan di tengah masyarakat juga tidak akan terjadi," kata Syaikhu.
Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman mengaku tak masalah dengan desakan untuk menghapus maupun mempertahankan ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
"Kalau Gerindra sih nggak pusing, mau PT 20 persen, 15 persen, mau 5 persen, mau 0 persen, kami siap aturan," kata Habib yang sekaligus anggota Komisi III DPR itu.