Jakarta, CNN Indonesia --
2021 hampir berakhir, dalam konteks lingkungan global salah satu momen tahun ini yang paling dibicarakan terkait perubahan iklim dalam KTT atau COP26.
Pidato ambisius Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan paparan faktanya dalam KTT di Glasgow, Skotlandia itu mendapatkan tanggapan terbalik dari koalisi masyarakat sipil di Indonesia, termasuk dari ornop Greenpeace hingga Walhi.
Dalam kilas balik lingkungan 2021, Juru kampanye laut Greenpeace Asia Tenggara Arifsyah Nasution menyatakan pemerintah Indonesia cenderung masih lebih cepat mengeluarkan aturan-aturan yang menguntungkan oligarki. Aturan-aturan yang dimaksudnya adalah UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, hingga UU Minerba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
UU 11/2020 tentang Ciptaker diketahui telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), di mana bila tak diperbaiki dalam dua tahun akan bersifat melanggar konstitusi. Merespons hal tersebut, pemerintah dan DPR menyatakan akan memperbaiki yang dimaksud MK, namun aturan-aturan di bawah UU Ciptaker tetap berlaku.
"Ini juga menimbulkan sebuah persepsi dan memperkuat pemahaman kita bahwa pemerintaha hanya memprioritaskan UU yang memang memberikan karpet merah untuk oligarki untuk memperlancar proses investasi yang ada di Indonesia," ucap Arif dalam Kilas Balik 2021 di live space Twitter @Greenpeaceid, Selasa (22/12) malam.
"Tapi hal hal yang berkaitan HAM, kesejahteraan masyarakat di tapak, artinya di wilayah wilayah terdampak seperti krisis iklim misalnya di pesisir ini terabaikan," imbuhnya.
Arif menerangkan setelah UU Ciptaker berlaku, pembangunan dan aktivitas yang mengancam lingkungan dilonggarkan. Ia mencontohkan, pembangunan pelabuhan.
Pihaknya berpandangan bahwa pembangunan pelabuhan untuk mempercepat logistik nasional hanya dalih pemerintah. Menurutnya, pembangunan pelabuhan itu dimaksudkan agar operasional usaha pertambangan menjadi mudah.
"Sehingga bahan bahan tambang barangkali dari wilayah timur dan hasil hutan bisa cepat mungkin dibawa keluar. dalam konteks ini kita melihat," ucapnya.
"Ini cukup melihat kita enggak bisa berharap banyak sama pemerintah saat ini. Dengungan untuk mosi tidak percaya harus dilanjutkan sampai 1 atau dua tahun mendatang sehingga ada proses yang harus dikawal oleh masyarakat sipil," imbuhnya.
Sedikit ke belakang, menyikapi paparan dalam pidato Jokowi di KTT Perubahan Iklim pada awal November lalu, masyarakat sipil di Indonesia menyanggah fakta yang disampaikan.
Fakta-fakta yang disanggah itu adalah klaim Jokowi di depan KTT Perubahan Iklim soal: Laju deforestasi, kebakaran hutan, rehabilitasi lahan kritis dan targetnya, ekosistem mobil listrik, pemanfaatan energi terbarukan, dan pembangunan berbasis clean energy.
Koalisi masyarakat sipil itu terdiri atas organisasi: Walhi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace Indonesia, Solidaritas Perempuan Indonesia (SPI), dll.
[Gambas:Instagram]
Baca halaman selanjutnya ada refleksi akhir tahun dari KLHK
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam kegiatan refleksi 2021 pada 21 Desember lalu memaparkan data sepanjang tahun ini soal upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan rehabilitasi hutan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Lahan (PDASRH) KLHK Dyah Murtiningsih mengatakan pihaknya telah melakukan klasifikasi DAS di seluruh Indonesia yang total mencapai 42.210.
Berdasarkan klasifikasi itu, KLHK menargetkan memulihkan 4.489 DAS, di mana 108 di antarnya diprioritaskan untuk kurun waktu 2020-2024.
"DAS yang [akan] dipulihkan 4.489. Dari jumlah das yang dipulihkan kami memprioritaskan 108 DAS yang dipulihkan,"kata Dyah dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2021KLHKyang digelar di Jakarta, Selasa (21/12).
Dyah menyebut pihaknya telah menyusun tiga Strategi Pemulihan DAS yaitu melalui Intervensi kebijakan, Intervensi kelembagaan, dan Intervensi fisik. Rincian dari intervensi kegiatan itu adalah menyusunan Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RU RHL), Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS) dan MoU Tata Ruang.
Kemudian dalam strategi intervensi kelembagaan, pihaknya juga mengaku telah membentuk Forum Peduli DAS, Kelompok Kerja Mangrove dan terbentuknya Peraturan DAS di Provinsi sebanyak 24 aturan.Sementara itu, strategi intervensi fisik dengan melakukan RHL vegetatif melalui penanaman pohon dan RHL sipil teknis.
Dyah menjelaskan Menteri LHK, Siti Nurbaya selalu menekankan RHL tidak sekedar terkait jumlah pohon yang ditanam, namun juga bagaimana mengelola masyarakat sekitar. Untuk itu kegiatan RHL dibuat agar layak secara ekonomi (economically feasible), diterima masyarakat (socially acceptable) dan lestari secara lingkungan (enviromentally sustainable).
"Kita harapkan ke depan penataan tata ruang oleh pemerintah daerah ini memasukkan kondisi DAS sebagai bahan untuk acuan di dalam rangka penataan ruang wilayah," ucapnya.
Capaian RHL Vegetatif pada 2021 mencakup areal seluas 203.386,58 Hektare (Ha).
Dyah merinci hal itu meliputi Rehabilitasi Hutan seluas 46.752 Ha, Rehabilitasi Mangrove seluas 35.881 Ha (KLHK bersama-sama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove/BRGM), Rehabilitasi Lahan 67.138,73 Ha (bersumber dari kegiatan Kebun Bibit Rakyat/KBR, Kebun Bibit Dasa/KBD, dan Persemaian Permanen), Rehabilitasi DAS 11.709,85 Ha (bersumber dari kewajiban pemegang IPPKH), dan RHL oleh pemerintah Daerah seluas 41.905 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana bagi Hasil (DBH).
Lalu untuk RHL Sipil Teknis pada 2021 sudah berhasil dibangun 1.870 unit bangunan konservasi tanah dan air yang meliputi: Dam Penahan sejumlah 391 unit, Gully Plug 1.163 unit, Ekohidrolika 14 unit, Sumur Resapan Air 113 unit, Instalasi Pemanenan Air Hujan (IPAH) 189 unit.
Kemudian untuk menunjang RHL 2021 terkait penyediaan bibit pohon, Dyah mengatakan KLHK telah memiliki persemaian sejumlah 57 unit ditambah 1 unit persemaian skala besar di Rumpin Bogor yang sudah beroperasi. Upaya RHL ini juga merupakan salah satu strategi mendukung pencapaian FoLU Net Sink 2030 Indonesia.
[Gambas:Photo CNN]
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro mengatakan ada peningkatan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) pada 2021 ini. Nilai IKLH Nasional 2021 adalah 71,43, atau kata Sigit, melebihi dari target yaitu 68,96. Ia menerangkan nilai IKLH 2021 juga mengalami peningkatan sebesar 1,16 poin dari tahun sebelumnya 70,27.
Nilai itu, sambungnya, dipengaruhi peningkatan Indeks Kualitas Udara (IKU) dan Indeks Kualitas Air Laut (IKAL). Provinsi yang berhasil mencapai target IKLH 2021 sebanyak 28, sedangkan yang tidak dapat mencapai target sebanyak 6 enam daerah. Nilai sementara IKLH Tahun 2021 berada pada rentang baik.
"Kalau dilihat Alhamdulilah tahun ini terjadi peningkatan IKLH Indonesia. IKLH ini adalah suatu gambaran mengenai kualitas lingkungan hidup di Indonesia yang diukur/nilai komposit dari matra air, udara, tutupan lahan, dan juga kualitas air laut," ujar Sigit.
Peningkatan terjadi pada Nilai Indeks Kualitas Udara (IKU) Tahun 2021 (sementara) yaitu mengalami peningkatan sebesar 0,02 poin dibanding tahun 2020 yaitu 87,23, Nilai Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) Tahun 2021 (sementara) melebihi target yaitu 81,03, Nilai Indeks Kualitas Lahan (IKL) Tahun 2021 (sementara) meningkat 0,18 dibandingkan tahun 2020, Nilai Indeks Kualitas Ekosistem Gambut (IKEG) Tahun 2021 (sementara) yaitu 68,00 melebihi target, yaitu 66,30 dengan kenaikan 2,3 poin dari tahun 2020.
Sementara yang mengalami penurunan yaitu Nilai Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) Tahun 2021 (sementara) yang mengalami penurunan sebesar 0,53 poin dibandingkan tahun 2020, dan Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) Tahun 2021 (sementara) mengalami penurunan sebesar 0,2 poin dibanding tahun 2020 yaitu 53,33.
Mulai tahun 2021, kata Sigit, Pemda juga diajak menetapkan target IKLH dan memasukkan ke dalam RPJMD.