Sementara itu, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Bali, mencatat sepanjang tahun 2021 ada 149.515 Benih Bening Lobster (BBL) atau baby lobster dan 1.465 buah terumbu karang yang dilindungi berhasil digagalkan dari perdagangan ilegal di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Jawa Timur.
"Iya, penggagalan perdagangan ilegal yang disita oleh aparat hukum baik polisi dan petugas KKP serta lainya," kata Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso saat dihubungi, Senin (27/12).
Ia menerangkan, untuk terumbu karang atau karang hias yang dilindungi berhasil digagalkan di wilayah NTB pada tahun 2021 dengan berbagai spesies atau jenis seperti catalap jardinei, fungia fragilis, fungia SP, acanthophyilia deshayesiana, goniopora lobata, favia SP, eguchipsammia fistula.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu, banyak terjadi di wilayah NTB dan memang di daerah itu asalnya dan sudah dilepasliarkan," imbuhnya.
Sementara, untuk baby lobster banyak digagalkan di daerah Jawa Timur dan ada juga satu lokasi di NTB dan totalnya
149.515 BBL jenis pasir dan mutiara dalam keadaan hidup dan sudah dilepasliarkan.
Ia menyebutkan, bahwa benih lobster masih banyak menjadi perdagangan ilegal karena banyak negara luar yang masih membutuhkannya.
"Lobster itu, masih jadi primadona makanan seafood di banyak negara, terutama di Tiongkok. Saat ini, eksportir terbesar dari Vietnam, sementara Vietnam itu benih atau sumber lobsternya sudah berkurang. Sehingga, mereka mengimpor dari Indonesia," ujarnya.
"Kebutuhan itu banyak sekali, sehingga mereka mengimpor dari wilayah kita. Jadi, perdagangan ilegal dilakukan ada di lalulintas yang tidak benar, katakanlah di NTB yang menuju ke Vietnam atau negara lain tadi," jelasnya.
Sementara, untuk perdagangan ilegal terumbu karang atau karang hias yang dilindungi banyak ditemukan di lapangan tanpa keterangan atau dokumen resmi. Sehingga, ditangkap dan disita petugas.
"Kebanyakan, kita temukan di lapangan adalah eksportir atau pembawa terumbu karang tanpa surat atau dokumen yang lengkap atau resmi. Jadi, kebanyakan mereka tanpa dokumen, padahal ketika terumbu karang dibawa, katakanlah dari NTB mau dibawa ke Bali atau ke Jawa Timur, itu harus ada dokumen," ujarnya.
"Diambil di mana, jenisnya apa, jumlahnya berapa dan pengirimnya siapa dan itu harus terdata. Baik dari pengambil atau penerimanya siapa. Itu, harus ada datanya karena ini biota laut yang kita lindungi, tidak sembarangan lalulintasnya," sambungnya.
Lihat Juga :![]() LIPUTAN KHUSUS NATUNA Kapal Asing dan Resah Nelayan Natuna Tak Berdaya di Laut Sendiri |