DPR meminta jaminan keberlanjutan riset vaksin Merah Putih dan pekerjaan para periset usai Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman resmi melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Pemerintah jangan gegabah, perlu memikirkan soal ini secara seksama. Jangan sampai program strategis yang menjadi amanat LBM Eijkman, misalnya untuk mengembangkan riset Vaksin Merah Putih menjadi mandeg atau terbengkalai," kata Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto, dalam keterangannya, Senin (3/1).
Ia risau pemberhentian lebih dari 100 ilmuwan dan peneliti Eijkman serta pemindahan laboratorium LBM Eijkman jauh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) akan menimbulkan masalah bagi kelanjutan riset Vaksin Merah Putih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mulyanto, tidak mudah mencari pengganti para ilmuwan ini dalam waktu singkat. Begitu pula posisi laboratorium yang strategis dekat dengan rumah sakit dan fakultas kedokteran yang memudahkan akses kepada sampel, bahan, alat, dan SDM medis.
"Ini akan membuat jadwal produksi Vaksin Merah Putih Eijkman semakin molor," katanya, yang merupakan politikus PKS ini.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Konsorsium Riset Covid-19 terakhir terungkap bahwa riset Vaksin Merah Putih mundur dari jadwal semula. Pasalnya, Bio Farma tidak siap untuk memproduksi vaksin berbasis protein rekombinan mamalia dan hanya siap kalau vaksin yang dikembangkan berbasis protein rekombinan ragi (yeast).
Kemudian, dari hasil kunjungan kerja Komisi VII ke Bio Farma juga diketahui bahwa seed vaksin yang disiapkan Eijkman belum optimal untuk dikultivasi dan dimurnikan, sehingga perlu diteliti ulang oleh PRBM Eijkman.
Sebada, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno berharap BRIN tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para peneliti LBM Eijkman.
Menurutnya, para peneliti yang ada harus ditampung di unit baru yang dibentuk di bawah BRIN, Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
"Sehingga kita berharap peneliti itu bisa ditampung, diakomodir di unit yang baru. Tidak ada peneliti, apalagi peneliti produktif ditinggalkan apalagi di-PHK," kata Eddy saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Senin (3/1).
Ia mengingatkan, melahirkan seorang peneliti bukan hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Lihat Juga : |
Menurutnya, para peneliti dari LBM Eijkman tidak boleh ditinggalkan atau kena PHK.
"Pasti kita akan pantau, karena kembali lagi, untuk menciptakan peneliti itu tidak gampang, tidak bisa 24 jam, butuh waktu, harus disekolahkan, mereka harus mendapatkan pengalaman penelitian," ucap Sekjen PAN itu.
"Jadi kalau kita meninggalkan mereka, apalagi PHK, terutama mereka yang produktif, sangat disayangkan, itu merupakan salah satu fokus kami agar peneliti jangan ditinggalkan dan harus dibicarakan dengan kami sebagai mitra dari BRIN," sambungnya.
LBM Eijkman terintegrasi dalam BRIN sejak September 2021. Perubahan status LBM Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman resmi dilangsungkan pada 28 Desember 2021.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, integrasi dua lembaga bertujuan untuk memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia.
"Masuknya LBM Eijkman kepada BRIN yang menjadi PRBM Eijkman maka kompetensi para periset biologi molekuler akan semakin meningkat. Apalagi selama ini LBM Eijkman sudah memiliki budaya riset yang tinggi, maka budaya ini tentunya akan menjadi PR bagi kepala pusat yang baru," ujar Handoko dalam keterangan tertulis.
Sebelumnya, LBM Eijkman terintegrasi dalam BRIN sejak September 2021. Perubahan status LBM Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman resmi dilangsungkan pada 28 Desember 2021.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, integrasi dua lembaga bertujuan untuk memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia.
(dmi/mts/arh)